Ilustrasi Oleh : AI
Oleh: Jessy Marty R. Loardi
“ Ancaman Deepfake yang dibuat dari AI bisa berakibat fatal dalam melanggar Hak Asasi Manusia. ”
Hidup dalam dunia digital, Artificial Intelligence sudah menjadi hal yang melekat dalam kehidupan manusia. Bukan hanya website, tapi kini sosial media pun sudah menjalankan peran dari AI untuk konten-konten dan fitur-fitur yang kreatif dan efektif dalam mengerjakan tugas-tugas yang diinginkan. Salah satu fitur AI yang menarik perhatian saat ini adalah bagaimana orang dapat membuat deepfake.
Deepfake merupakan suatu video atau audio yang dibuat oleh AI untuk meniru manusia. Kadang, deepfake ini dibuat sebagai hiburan bagi manusia, seperti mengganti wajah aktor menjadi wajah orang. Mengkreasikan konten kreatif tanpa harus keluar dari tempat tidur pun sudah menjadi hal yang mungkin. Sudah banyak konten kreator di tiktok yang membuat konten dimana dirinya sendiri mengakui bahwa konten tersebut merupakan konten yang dibuat oleh AI secara murni.
Namun, selain digunakan untuk konten, deepfake lebih dikenal dengan ancaman-ancamannya di media online. Deepfake seringkali digunakan untuk membuat konten hoaks menggunakan wajah dan suara orang lain. Contohnya dengan menggunakan wajah dan suara dari seorang tokoh masyarakat, banyak orang mulai mempercayai dan termakan oleh informasi-informasi yang salah. Lantas, hal ini mengurangi fungsi utama dari media untuk menyebarkan informasi. Apabila semua informasi di media sosial tidak dapat dipercayai, maka mengapa harus membaca atau menerima informasi dari media sosial?
Tak hanya itu, deepfake seringkali digunakan untuk menjatuhkan pihak tertentu. Hal ini bertujuan untuk mencemarkan nama baik seseorang atau menghancurkan reputasi suatu organisasi atau korporasi tertentu. Di Indonesia, ada sebuah video yang beredar di mana Jokowi berpidato menggunakan bahasa mandarin. Setelah penyelidikan lebih lanjut, ternyata video ini dibuat menggunakan AI (deepfake). Akhirnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika langsung mengedarkan berita tersebut. KOMINFO juga menghimbau bahwa masyarakat lebih waspada terhadap informasi-informasi yang beredar di internet.
Selain mencemarkan nama baik atau menghancurkan reputasi suatu pihak, deepfake ini juga dapat menimbulkan kericuhan di dunia maya karena kegiatan ini. Kericuhan yang dimaksud adalah ketika timbul kelompok-kelompok yang mendukung pihak-pihak yang berbeda melalui media sosial. Hal ini berujung kepada deepfake sebagai alat mengadu domba antara kelompok pendukung yang satu dengan yang lainnya. Akhirnya, selain rusaknya reputasi suatu pihak, terjadi juga kericuhan melalui media.
Taylor Swift, seorang penyanyi asal Amerika, menemukan foto-foto mengandung unsur pornografi pada dirinya yang dibuat oleh AI melalui platform media sosial “X”. Hal ini lebih dikenal dengan istilah deepfake porn, dimana seseorang mengubah wajah dalam foto atau video berunsur pornografi dengan wajah orang lain. Hal ini melanggar batasan privasi dan juga mencemarkan baik nama maupun fisik dari penyanyi ini. Tak lama kemudian, sebuah video beredar Swift terlihat memegang poster mendukung Donald Trump, seorang mantan presiden Amerika Serikat. Hal ini menimbulkan kontroversi dan kericuhan di media sosial. Lantas, bukan hanya Taylor Swift yang dirugikan melalui deepfake ini, tetapi juga banyak orang yang termakan oleh informasi tersebut.
Dengan aksesibilitas yang mudah untuk membuat deepfake, penjahat seringkali menggunakan deepfake melakukan tindakan kriminal seperti menipu. Salah satu hal yang sedang marak terjadi di media sosial adalah penggunaan wajah dan suara orang tanpa izin untuk mempromosikan produk-produk jualan. Seorang wanita di San Diego, California, baru saja pulang dari bulan madunya untuk menemukan bahwa wajahnya telah digunakan oleh sebuah perusahaan untuk mempromosikan pil disfungsi ereksi. Wanita ini mengakui bahwa video hasil deepfake berasal dari video curhat yang ia buat di kamar tidur apartemen lamanya, hanya saja suaranya telah diganti menggunakan AI.
Terlepas dari peluang yang diberikan, deepfake ini membawa ancaman yang serius terhadap Hak Asasi Manusia. Maka dari itu, sangat penting jika semua orang melakukan pemeriksaan yang intensif terhadap informasi-informasi yang tersebar di sosial media. Hal ini dapat didukung dengan edukasi literasi digital terhadap masyarakat, serta edukasi diri sendiri melalui sumber terpercaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap media digital.
Selain itu, menanyakan klarifikasi suatu foto atau video kepada pihak yang bersangkutan dapat membantu untuk memperoleh informasi dan intensi yang akurat dari pihak tersebut. Salah satu hal yang dapat membantu mengurangi ancaman dari deepfake ini adalah dengan melaporkan video-video deepfake yang beredar melalui media sosial. Media sosial sudah mempunyai beberapa fitur yang berguna untuk mengurangi ancaman-ancaman dari deepfake. Hal ini didukung dengan fitur report yang digunakan jika suatu unggahan melanggar hak asasi manusia. Pada aplikasi instagram sudah terdapat fitur “Label as AI.” Fitur ini menganjurkan para pengguna untuk memberi label kepada konten-konten yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan (AI). Dengan adanya fitur-fitur ini, tentunya dapat mengurangi risiko dari ancaman yang diberikan dari deepfake. Namun, tentunya masih harus ada regulasi yang jelas dari pemerintah Indonesia mengenai keberadaan Artificial Intelligence di dalam kehidupan masyarakat.
Oleh: Yaslinda Utari Kasim Siapa yang tidak kenal dengan karakter Beast? Pangeran buruk rupa yang…
Oleh: Kayla Aulia DjibranEditor: Satriulandari Korps Mahasiswa Komunikasi (Kosmik) Fisip Unhas mengadakan Basic Journalistic Class membahas…
Oleh: Yaslinda Utari Kasim Ruang itu kini kosong. Ruangan yang di desain sederhana namun nyaman.…
Penulis: Inayah Azzahra Novareyna SEditor: Satriulandari Communication Study Club (CSC) Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) Unhas…
Oleh : Jessy Marty Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari seorang komunikator kepada seorang komunikan.…
Oleh: Nadim Bintang Rumah adalah tempat di mana kita berlindung, bertumbuh, dan berbagi cerita. Namun,…