Penulis : Fauzia
Fasilitator: Fahruddin Faiz
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia, yang berarti cinta kebijaksanaan. Perlu digaris bawahi kebijaksanaan yang dimaksud adalah sesuatu yang tidak hanya sekedar kebenaran, tetapi kebenaran yang pas, yang diimplementasikan secara sesuai, pada tempatnya, pada waktunya.
Banyak hal yang diyakini sebagai kebenaran, namun ketika disampaikan atau dilaksanakan ternyata tidak sesuai/pas dengan ruang dan waktu, efeknya jadi rusak dan jadi tidak bijaksana.
Filsafat tidak berhenti ketika menemukan kebenaran, tetapi juga mengetahui bagaimana cara menjalankan, mengungkapkan kebenaran tersebut.
Dalam sejarahnya, filsafat berawal dari filsuf Yunani yang kurang puas terhadap jawaban mitologi. Mereka mengkritisi cara hidup yang berlandas pada mitos-mitos, dan menggeser stigma hidup yang bersumber pada mitos (tidak mempertanyakan) menuju logos (rasional/masuk dalam akal pikiran).
Urgensi mempelajari filsafat atau tentang filsafat sejatinya memiliki korelasi dengan seberapa pentingnya kita menjadi manusia yang hakikatnya manusia. Manusia yang berpikir, karena berpikir itu pencirinya manusia. Sehingga, jika ada manusia yang anti berpikir, anti dengan akalnya, dia kehilangan pencirinya yang paling utama sebagai manusia yaitu akalnya.
Filsafat merupakan proses mengajukan hidup secara reflektif dan rasional. Hidup secara kritis dan rasional dapat dilakukan dengan tiga hal yang juga merupakan fungsi dari filsafat. Tiga hal tersebut, yaitu:
Membuat alasan atau dasar dari hal yang ingin dilakukan (tujuan), kemudian setelah itu akan terlahir sebuah argumentasi.
Fungsi argumentasi dalam filsafat membuat kita tidak hidup asal-asalan dan mengerti dasar dari hal yang akan dilakukan. Fungsi ini yang menuntun hidup mengerti dasar kehidupan agar menjadi manusia yang sadar akan kehidupan.
“An unexamined life is not worth living.”- Socrates
Ketika sudah berpikir dan memiliki alasan, terkadang hal tersebut ternyata tidak pas dengan diri kita. Bisa saja, argumentasi kita mungkin meleset, cara berpikir kita keliru, yang kita anggap benar dan baik ternyata tidak cocok.
Fungsi mengkritisi, tidak menerima berbagai gagasan atau wawasan dari diri sendiri dan sekeliling begitu saja sebagai sebuah kebenaran. Hidup harus didasarkan pada sifat kewaspadaan terhadap apa yang akan terjadi.
Memahami hidup yang ada di sekeliling kita. Terkadang kita merasa sudah memahami sesuatu yang sebenarnya belum kita pahami dengan baik, maka filsafat datang dengan peran konseptualisasi. Fungsi konseptual dalam filsafat adalah upaya mencocokkan pemahaman yang dapat dijalani.
Ketiga hal tersebut juga merupakan salah satu jawaban dari pertanyaan, apa sih pentingnya filsafat, karena dapat menuntut kita ke jalan yang lebih baik.
Dalam kenyataannya, setiap ilmu itu sulit jika kita tidak menemukan bidang maupun minat kita masing-masing. Tetapi, hal tersebut dapat terbantahkan jika kita memiliki niat ingin mempelajarinya. Jenis ilmu tidak menentukan sebuah kesulitan, namun niat dari kita yang menentukannya. Ingin digeluti atau tidak, kita mau serius belajar atau tidak.
Banyak orang telah terstigma tentang kesulitan dan keruwetan filsafat dari awal, sehingga tidak ingin menggelutinya. Maka dari itu, caranya adalah mencoba mendekat terhadap bidang lainnya agar mendapat rasa ’senang’ terhadap wawasan baru yang mungkin dapat dianggap sulit sebelumnya.
Sejatinya, sangatlah wajar jika setiap orang memiliki pandangan yang berbeda. Maka dari itu, penting untuk memperbanyak dialog dan persedikit debat. Ruang dialog memiliki peranan penting karena dialog memberikan kita peluang untuk berlatih saling mencari kebenaran bukan kemenangan.
Selain itu, keberadaan mental semangat ilmiah yang berpikir secara objektif, terbuka sangat diperlukan untuk menerima kenyataan pluralitas. Siap menerima kebenaran dan siap untuk objektif. Mental kesadaran tentatif juga diperlukan, kesadaran sementara artinya ketika yang saat ini diyakini dan kemudian hari terdapat pembaruan data, perspektif yang baru, yang lebih baik, maka akan menerima pembaruan tersebut.
Perlu juga diketahui bahwa kebenaran itu memiliki level. Level pembicaraan yang sifatnya subjektif, objektif (kenyataan), intersubjektif (kesepakatan bersama).
Oleh : Satriulandari Foto : Dokumentasi Pribadi Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Unhas raih juara tiga…
Oleh: Putri Aliqa Umayyah Ilustrasi: Pinterest Di sebuah rumah yang sederhana, terdapat seorang wanita yang…
Oleh: Muh. Cahyo Dherian Ilustrasi: Widya Juniaty Dikeramaian yang memekakkan telinga, terdapat seorang anak yang…
Tulisan : Muhammad Alfaridzi Foto : Muhammad Alfaridzi Kegiatan Basic Public Relations (PR) Class yang digelar di…
Penulis: Jessy Marty R. Loardi Editor: Satriulandari Foto : KIFO KOSMIK Basic PR Class kembali diadakan…