Categories: Artikel

Mengapa Hoax Laku di Indonesia?

Teks oleh Chaeriyah Rafidah

Ilustrasi oleh bintang.com

 

Baru-baru ini, Indonesia digegerkan dengan keberadaan kelompok yang dinilai sebagai penyebar hoax, yaitu Saracen. Saracen merupakan sebuah kelompok yang menyediakan jasa menyebarkan hoax, konten terkait SARA, dan kebencian. Mereka bersedia menyebarkan berita dan konten tersebut sesuai pesanan dengan tarif mencapai Rp. 72 Juta. Media yang digunakan dalam penyebaran berita hoax dan konten SARA tersebut berupa Grup Facebook Saracen NEWS, Saracen cyber team, situs saracennews.com, dan berbagai grup lainnya yan menarik bagi masyarakat. Keseriusan berita hoax yang disebarkan menyebabkan kelompok ini perlu untuk di selidiki oleh pihak berwajib, hingga akhirnya dinyatakan melanggar UU IT yang berlaku. Dikutip dari CNN Indonesia, pengamat komunikasi Universitas Indonesia Ade Armando menjelaskan ada dua jenis pelanggaran dalam kasus Saracen, yakni kebohongan dengan menyajikan informasi seolah faktual dan menyajikan kebencian dengan melontarkan caci maki alias ujaran kebencian. Dari hasil penyelidikan pula, Polisi menemukan sindikat ini memiliki sekitar 800 ribu akun yang aktif di media sosial. Akun-akun ini akan beroperasi begitu mendapatkan pesanan.

Pengamat Media Sosial dari Provetic, Iwan Setiawan, menilai perbuatan sindikat penyebar ujaran kebencian dan hoax seperti kelompok Saracen, berakibat buruk bagi keutuhan negara. Data dari Kementrian Komunikasi dan Informatika juga menyebutkan bahwa hingga Desember 2016 lalu, jumlah situs hoax telah mencapai angka 800.000 situs. Maka, sangat kecil kemungkinan bagi masyarakat Indonesia untuk tidak terkena paparan dari berita hoax tersebut.

Secara singkat hoax adalah informasi yang tidak benar. Dalam Cambridge Dictionary, kata hoax sendiri berarti tipuan atau lelucon. Kegiatan menipu, trik penipuan, rencana penipuan disebut dengan hoax. Kemudian, situs hoaxes.org dalam konteks budaya mengarahkan pengertian hoax sebagai aktivitas menipu: “Ketika koran sengaja mencetak cerita palsu, kita menyebutnya hoax. Kita juga menggambarkannya sebagai aksi publisitas yang menyesatkan, ancaman bom palsu, penipuan ilmiah, penipuan bisnis, dan klaim politik palsu sebagai hoax”. Sehingga dapat disimpulkan, hoax adalah suatu informasi yang kebenarannya masih diragukan.

800.000 situs hoax telah mengindikasikan bahwa, situs penyebar palsu ini akan terus beranak pinak. Sosial media sebagai media terbaik dalam proses penyebaran hoax ini pula, juga akan menjadi salah satu sumber berita hoax terbanyak. Sesuai dengan salah satu sifat komunikasi massa, yaitu bersifat massal, maka berita yang disebarkan melalui media sosial, hanya memerlukan hitungan detik untuk pembacanya mencapai angka ribuan. Lantas, muncul pertanyaan mengapa hoax sendiri sangat digandrungi dan laku di masyarakat?

Minat Baca Masyarakat
UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia berada pada urutan ke-2 terbawah terkait literasi dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa minat baca masyarakat masih sangat kurang. Padahal, seperti yang kita ketahui, sumber informasi yang kredibel mulai dari buku, jurnal penilitian, hingga Koran harian sangatlah berperan pentng dalam pembangunan pola pikir masyarakat.

Penggunaan Sosial Media
Banyaknya jumlah pengguna sosial media juga berkaitan erat dengan minat baca Indonesia. Menurut Jurnal penelitian PKB Indonesia, data menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ke-5 sebagai negara dengan pengguna sosial media terbanyak. Hal ini berarti, keberadaan sosial media di masyarakat menempati posisi vital dalam penyebaran informasi.

Tingkat ke-update-an di Sosial Media
Selain banyaknya pengguna sosial media, ternyata Indonesia juga termasuk dalam negara dengan masyarakat tercerewet di sosial media. Jakarta merupakan kota dengan tingkat kecerewetan yang serius. Hal ini dibuktikan dengan 15 update-an di tiap detiknya. Sehingga, pada tiap harinya update-an dapat mencapai angka jutaan.

Regulasi
Regulasi terkait penyebaran hoax ini juga baru saja diperbaiki. Hal ini ditandai dengan berlakunya UU IT sejak 27 Oktober 2016 silam. Saracen juga merupakan salah satu kasus yang ditangani oleh Bareskrim dan bersinggungan langsung dengan UU IT yang berlaku. Perlahan namun pasti, perbaikan tentu akan terus dilakukan demi tercapainya keamanan penyebaran informasi.

Keempat faktor diatas tentunya saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Sehingga menyebabkan efek domino yang dapat mendorong sesorang jatuh ke lubang hoax. Dapat di analisis, masyarakat yang memiliki minat baca yang masih rendah mengindikasikan minimnya pengetahuan untuk membangun pola pikir mereka. Lalu disisi lain, Indonesia juga merupakan negara ke-5 dengan pengguna sosial media terbaik. Kita ketahui bahwa banyak informasi yang beredar di sosial media yang belum diketahui keabsahannya, ditambah lagi dengan sumber yang belum dapat dipercaya tingkat kefaktualan beritanya.

Sehinnga dapat diperkirakan, ketika seseorang dengan pengetahuan yang masih minim, mendapatkan informasi yang menurutnya baik, maka ia akan membagikan informasi tersebut ke orang lain. Padahal, belum dapat dipastikan bahwa informasi tersebut benar. Ditambah dengan regulasi yang baru saja diterapkan, hal ini menyebabkan pengawasan dan aktuliasasi regulasi masih belum tersebar rata penerapannya. Oleh karena itu, mayarakat terus menyebarkan berita yang tidak jelas kebenarannya alias hoax.

Maka dari itu, agar kita tidak termakan dengan berita Hoax, kita perlu mengenali bagaimana ciri dari hoax itu sendiri. Salah satu ciri dari Hoax adalah memiliki judul yang heobh dan membuat para pembacanya penasaran. Hoax tersebut kerap kali mengangkat konten yang terlalu baik maupun terlalu buruk untuk dikategorikan sebagai informasi terpercaya. Hoax sendiri sering mengangkat informasi terkait agama, politik, tokoh masyarakat, maupun isu public yang sedang panas. Selain itu, Hoax dalam penyebarannya, sering kali menggunakan media berupa e-mail, twitter, facebook, broadcast pesan di aplikasi chat, maupun artikel yang bersumber tidak jelas. Ciri lain yang mudah ditemukan pada hoax adalah menggunakan bahasa yang provokatif dan menggunakan unsur mengemis like maupun share.

Oleh karena itu, kita perlu menjadi masyarakat yang cerdas dalam mengonsumsi berita. Agar kita tidak tertipu dengan hoax, kita perlu mempersiapkan diri untuk menangkis berita hoax tersebut. Salah satunya dengan memperbanyak bacaan dari sumber yang kredibel. Bacaan dengan sumber yang terpercaya dapat membantu kita untuk menganalisis suatu informasi yang masuk. Selain itu, dalam mengonsumsi berita, pastikan sumber tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi, bukan merupakan satir maupun sarkasme. Terakhir, jangan mudah terpancing pada suatu berita. Dalam mengonsumsi informasi, selalu utamakan fakta diatas asumsi, opini, dan perasaan sendiri. Jadi, mari menjadi pembaca yang cerdas. Be Smart and Be Careful!

Kosmik

Recent Posts

Mahasiswa Komunikasi Unhas Raih Juara Tiga KTI di PENA 2024 dengan Inovasi Pencegahan Deforestasi

Oleh : Satriulandari Foto : Dokumentasi Pribadi Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Unhas raih juara tiga…

1 week ago

Light Behind The Loss

Oleh: Putri Aliqa Umayyah Ilustrasi: Pinterest Di sebuah rumah yang sederhana, terdapat seorang wanita yang…

4 weeks ago

Meraba Jati Diri dalam Proses Mencari Rumah

Oleh: Muh. Cahyo Dherian Ilustrasi: Widya Juniaty Dikeramaian yang memekakkan telinga, terdapat seorang anak yang…

1 month ago

Case Cracker Hadirkan Pengalaman Praktis PR di Basic Public Relations Class

Tulisan : Muhammad Alfaridzi Foto : Muhammad Alfaridzi Kegiatan Basic Public Relations (PR) Class yang digelar di…

1 month ago

Praktik PR yang Perlu Diketahui dalam Dunia Pekerjaan

Penulis: Jessy Marty R. Loardi Editor: Satriulandari Foto : KIFO KOSMIK Basic PR Class kembali diadakan…

1 month ago