Penulis: Muhammad Alfaridzi
Ilustrasi: Widya Juniaty
Seringkali disamakan dengan ghosting, breadcrumbing memiliki nuansa yang berbeda. Jika ghosting adalah menghilang tanpa jejak, breadcrumbing justru membuat korbannya terus berharap.
Dalam konteks relasi interpersonal di ranah digital, istilah ini merujuk pada tindakan seseorang yang sengaja mengirimkan sinyal perhatian-perhatian kecil untuk mempertahankan ketertarikan pihak lain, namun tanpa niat untuk membangun komitmen yang lebih serius. Dengan kata lain, breadcrumbing adalah taktik manipulatif yang bertujuan membuat korban bergantung kepada si pelaku. Pelaku, dengan lihai, mengeksploitasi kebutuhan akan validasi dari korban.
Pada satu sisi, breadcrumbing dapat menjadi manifestasi dari narsisme, dimana pelaku secara sadar mencari kontrol dan perhatian dari korbannya. Disisi lain, breadcrumbing bisa menjadi akibat dari kesulitan dalam berkomitmen atau rendahnya harga diri. Pelaku mungkin merasa tidak mampu menjalin hubungan yang lebih dalam, atau mungkin menggunakan perhatian dari orang lain sebagai cara untuk meningkatkan kepercayaan diri. Dalam kasus ini, breadcrumbing dapat terjadi secara sadar maupun tidak sadar.
Intinya, tidak ada jawaban tunggal yang dapat menjelaskan mengapa seseorang melakukan breadcrumbing. Motivasi dibalik tindakan ini sangat individual dan dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis. Oleh karena itu, komunikasi yang terbuka dan jujur menjadi kunci untuk memahami akar permasalahan dan mengatasi perilaku manipulatif ini.
Ilustrasi sederhana mengenai breadcrumbing dapat digambarkan melalui interaksi antara manusia dan burung. Ketika Fulan memberi remah-remah roti kepada seekor burung, burung tersebut cenderung akan kembali dan bergantung pada si Fulan untuk mendapatkan makanan. Burung tersebut berasumsi bahwa tidak ada sumber mendapatkan makanan lain yang lebih baik, sehingga ia akan terus menghampiri Fulan terlepas dari ketulusan niat dibalik pemberian remah-remah roti tersebut.
Demikian pula, korban breadcrumbing akan terus berusaha mempertahankan hubungan dan sulit untuk melepaskan diri karena merasa takut kehilangan satu-satunya sumber perhatian yang dimiliki, tanpa mempertimbangkan kemungkinan bahwa ia hanya dipermainkan. Praktik seperti ini tentunya dapat berdampak negatif pada kesehatan mental korban yang merasakannya.
Tanda-tanda breadcrumbing bisa bermacam-macam. Misalnya, si pelaku suka memberi ‘like’ pada postingan korbannya. Lalu setiap kali diajak bertemu oleh sang korban, si pelaku selalu menghindar dengan berbagai alasan atau mungkin berpura-pura antusias mengiyakan tanpa ada follow-up (alias omong kosong). Perilakunya juga kerap tidak konsisten, kadang penuh perhatian, tiba-tiba berubah menjadi cuek.
Intinya, orang yang melakukan breadcrumbing seringkali memberikan perhatian yang samar-samar, sekedar untuk membuat korbannya merasa lelah sendiri memikirkan dia. Sungguh menguras energi emosional, bukan? Korban tidak mengetahui secara pasti mengenai posisi dirinya dalam pandangan pelaku itu bagaimana.
Salah satu cara mengenali ‘breadcrumbing’ menurut psikolog Dr. Sabrina Romanoff adalah dengan memperhatikan saat seseorang mulai menunjukkan perhatian. Misalnya jika seseorang nge-chat dijam-jam rawan, seperti larut malam ketika rasa kesepian memuncak, maka ada kemungkinan bahwa tujuan interaksi tersebut lebih condong ke arah mencari perhatian sementara.
Solusi untuk mengatasi breadcrumbing hanya bisa dimulai dari diri sendiri. Jika kamu merasa mengalami breadcrumbing, jangan takut untuk meminta kejelasan hubungan. Jika ternyata hubungan tersebut hanya memberikan kebuntuan dan harapan palsu, ada baiknya jika langsung mengalihkan fokus pada hal-hal positif yang bisa diraih. Dengan memutuskan interaksi dengan pelaku, bukan hanya terbebas dari rasa penasaran yang terus menghantui, tetapi juga mendapatkan kembali energi yang selama ini terbuang sia-sia.
Oleh: Putri Aliqa Umayyah Ilustrasi: Pinterest Di sebuah rumah yang sederhana, terdapat seorang wanita yang…
Oleh: Muh. Cahyo Dherian Ilustrasi: Widya Juniaty Dikeramaian yang memekakkan telinga, terdapat seorang anak yang…
Tulisan : Muhammad Alfaridzi Foto : Muhammad Alfaridzi Kegiatan Basic Public Relations (PR) Class yang digelar di…
Penulis: Jessy Marty R. Loardi Editor: Satriulandari Foto : KIFO KOSMIK Basic PR Class kembali diadakan…
Penulis: Kayla Aulia Djibran Editor: Satriulandari Foto : KIFO KOSMIK Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) melalui…
Oleh: Radian Dwi Imam Ar'rafi Ilustrasi: Summer Bloom Manhua Sejak hari pertama kita bertemu, kamu…