Pendidikan dan Cinta

0
492

Teks oleh Wilda Yanti Salam

 

Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei bertepatan dengan hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara, Pahlawan Nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia. Beliau lahir tanggal 2 Mei 1889. Ia dikenal karena berani menentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang pada masa itu hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran atau orang kaya yang bisa mendapatkan pendidikan. Kritikannya terhadap pemerintah Kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia. Ki Hadjar Dewantara ingin mewujudkan sebuah sistem pendidikan nasional yang tidak untuk kepentingan kolonialisme. Tujuan utamanya ialah menanamkan jiwa merdeka bagi anak-anak pribumi. Beliau wafat pada tanggal 26 April 1959.

Meskipun bukan hari Libur Nasional, Hari Pendidikan Nasioanl dirayakan secara luas di Indonesia. Cara merayakannya pun beragam, seperti upacara di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah, dialog dan kajian tentang pendidikan, pagelaran seni dan yang paling ramai dijumpai adalah aksi besar-besaran di jalan. Tujuannya agar setiap orang mampu merefleksikan kembali hakikat dan esensi pembentukan lembaga pendidikan yang sekarang telah bias dari tujuan awalnya.

Menurut Paulo Freire, pendidikan adalah cara untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan dan ketertindasan. Pendidikan adalah usaha untuk memanusiakan manusia (humanisasi). Untuk mampu memanusiakan manusia seperti yang dikatakan Freire, dibutuhkan hubungan yang setara antara subjek pendidikan yang kita sebut siswa dan guru dengan objek pendidikan yaitu ilmu pengetahuan. Untuk bisa menggapai cita-cita pendidikan tentunya terlebih dahulu harus terbentuk ke-cinta-an akan pendidikan. Ke-cinta-an ini harus dijalin oleh sesama subjek yang berada dalam wilayah pendidikan. Bukan hanya itu, ke-cinta-an akan ilmu pengetahuan selaku objek pendidikan pun tidak kalah pentingnya.

Lembaga pendidikan sebagai instansi yang mengatur regulasi segala hal yang berkaitan dengan subjek dan objek yang berada di lingkar pendidikan seharusnya mampu menamkan kecintaan akan pendidikan ini dan menjadi contoh konkrit untuk subjek yang diaturnya. Namun sayangnya, ini hanya kata-kata yang menina bobokan para birokrat. Hal ini disebabkan kecintaan mereka bukan pada subjek dan objek tadi melainkan pada objek materi yang lebih konkrit yang kita sebut Uang. Ah sayang sekali!

Bukan hanya birokrat tadi, yang juga menjadi persoalan adalah hubungan antara sesama subjek yang terjalin bukan karena kecintaan akan pendidikan dan ilmu pengetahuan yang menyebabkan mereka menjalin hubungan, tetapi berangkat dari kepentingan masing-masing subjek. Contohnya, Guru sudah menghabiskan banyak biaya untuk mengeyam pendidikan dan mendapatkan gelar saatnya mereka menjadi pendidik untuk mendapatkan balas budi atas usaha mereka, balasan berbentuk materi tentunya. Sedangkan siswa harus mendapatkan ilmu pengetahuan melalui jalur pendidikan agar bisa mendapatkan ijazah dan bisa bertahan hidup dengan bekerja. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai objek yang mengakomodir kepentingan kedua subjek tadi. Ilmu pengetahuan bukan lagi menjadi kebutuhan fundamental manusia tetapi lebih dari itu, ilmu pengetahuan adalah jalan menuju pemenuhan kebutuhan duniawi manusia.

Dewasa ini, sudah banyak kalangan yang menyadari ke-bias-an pendidikan di negeri ini. Berangkat dari dekadensi moral dan ilmu pengetahuan yang melanda para pendidik dan yang terdidik, digelarlah banyak kegiatan dengan mengatas namakan “pemerhati pendidikan”. Mulai dari diskusi yang sudah mulai dibudayakan, membaca banyak buku-buku dengan berbagai macam disiplin ilmu untuk mengkaji pendidikan dan tak kalah ramainya aksi-aksi yang di gelar para pemerhati tadi. Ini merupakan sebuah kerja-kerja kemanusiaan yang membawa angin segar untuk pendidikan kita.

Namun, yang semestinya juga menjadi sebuah urgensi adalah penanaman kecintaan antara subjek dengan subjek yang berada dalam wilayah pendidikan dan kecintaan akan ilmu pengetahuan selaku objek pendidikan. Kecintaan diperlukan untuk menjadikan masing-masing subjek lebih ikhlas dalam mendapatkan ilmu pengetahuan dan kaitannya dengan hubungan sesama subjek. Kembali lagi, penindasan dan ketertindasan yang melanda manusia disebabkan tidak adanya cinta yang menumbuhkan belas kasih sehingga manusia satu rela memangsa manusia yang lain.

Tanpa landasan ke-cinta-an akan sesama manusia dan ilmu pengetahuan dalam berbagai regulasi yang berkaitan dengan pendidikan, rasanya kepentingan pribadi masih akan mencampuri objektivitas regulasi tersebut dan tampa ke-cinta-an akan ilmu pengetahuan manusia hanya akan menjadikannya alat dan stimulus yang memudahkan urusan duniawi. Karena dengan menumbuhkan ke-cinta-an akan ilmu pengetahuan, setiap manusia akan selalu rindu dan akan selalu mencarinya. Dengan cinta, setiap manusia akan menginternalisasi ilmu pengetahuan sebagai bagian dari dirinya.

Hadirnya cinta di lembaga pendidikan kita niscaya setiap manusia akan membutuhkan pendidikan. Pendidikan kelak menjadi sebuah kebutuhan paling fundamental manusia, pendidikan akan menghadirkan pemimpin-pemimpin yang dibutuhkan masyarakat dan cinta akan membawa pendidikan menuju hakikat dan tujuan awalnya yakni, memanusiakan manusia.

Sebab ibarat diri dan masyarakat, pendidikan dan cinta juga bukan bagian yang terpisah. Keduanya adalah bagian terintegrasi yang sama-sama merupakan jalan menuju kita.

Selamat Hari Pendidikan!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here