Oleh: Ipa Khadijah | Sumber foto: gooodreads.com
Penulis: Yasraf Amir Piliang
Tahun Terbitan Pertama: 1998
Penerbit: Mizan
ISBN: 9794331570
Pertama kali membaca buku ini, saya merasa bingung saat mencoba memahaminya. Lambat laun saya menyadari sebenarnya buku ini bukanlah sebuah ‘buku’, ia lebih cocok dibaca sebagai sebuah kumpulan essay sebab menurut saya bab awal buku ini tidak begitu terkait dengan bab selanjutnya; malah terkesan redundant. Kita akan menemukan penjelasan terkait realitas yang ditafsirkan secara berbeda dari sudut pandang yang berbeda.
Buku ini memang sudah out-dated jika dibahas sekarang, beberapa review sekian tahun lalu juga telah mengatakan hal yang sama. Gaya penulisan Yasraf yang seringkali berulang dan terkesan membosankan, ukuran font yang kecil, dan contoh-contoh yang sudah ‘lewat’, semakin membuat saya ogah-ogahan membaca buku ini.
Atau, memang begitu ya gaya penulisan khas postmo? Pada akhirnya, tetap saya lanjutkan percobaan saya memahami tulisan demi tulisan di buku ini.
Sayang sekali, buku ini ditulis pada tahun 1998 sehingga jika dibaca sekarang rasanya sudah tidak relevan lagi. Yasraf dalam buku ini tidak menawarkan solusi apapun terkait permasalahan yang ia bahas, yang kalaupun ada juga sudah tidak begitu berguna sebab sebagian besar hal yang ia bahas sudah menjadi ‘fenomena umum’ pada saat ini. Satu hal yang bisa saya tangkap, permusuhan ‘ideologis’ Yasraf terhadap pemikiran post-modernisme ekstrim dalam logika kapitalisme global kental terasa dalam buku ini.
Saya mencoba membayangkan menjadi pembaca buku ini diawal terbit, kelihatannya buku ini memang merupakan buku yang hebat di masanya. Yasraf berusaha menggambarkan realitas kontemporer dari sudut pandang post-modernisme miliknya, mengutip Baudrillard, Kristeva, Derrida, dan kawan-kawan pada tahun 1998 dimana belum banyak buku-buku berbahasa Indonesia dengan pembahasan serupa.
Buku ini telah lapuk, jauh tertinggal di lipatan dunia yang kesekian. Begitu terasa saat membaca contoh-contoh yang dipakai Yasraf di buku ini, seperti disket, Nintendo, dan lain-lain. Pembahasan mengenai perubahan kebudayaan secara cepat pun rasa-rasanya sudah tertinggal jauh oleh perubahan itu sendiri. Tetap saja, ia begitu berjasa terhadap perkembangan cultural studies di Indonesia.
Tidak menutup kemungkinan, review yang saya tulis kali ini bersumber dari latar belakang saya sebagai anak yang bertumbuh di tengah-tengah ledakan kapitalisme global sehinga merasa kebingungan memahami stance penulis. Sudah saya coba untuk memahami buku ini, namun saya merasa gagal.
Bagaimana pun, rasanya tidak adil jika saya menyebut buku ini tidak bagus hanya karena menurut saya sudah tidak memiliki konteks. Buku ini tetaplah sebuah buku yang bagus dan tetap layak dimasukkan kedalam list bacaan kalian, kok.
Untuk kalian yang tertarik pada bidang semiotika dan sekitarnya, buku ini bisa menjadi pertimbangan untuk dibaca sebab Yasraf juga membahas bagaimana dunia tanda saat ini telah kehilangan maknanya karena proses pemaknaan sudah diorientasikan pada ‘ekstasi’, tidak lagi pada kode pembacaan. Saya sendiri penasaran bagaimana Yasraf memandang zaman sekarang, saya kira tulisan beliau selanjutnya layak dinantikan jika ada.
Jangan biarkan sebuah review menghalangimu, ya!
Oleh: Putri Aliqa Umayyah Ilustrasi: Pinterest Di sebuah rumah yang sederhana, terdapat seorang wanita yang…
Oleh: Muh. Cahyo Dherian Ilustrasi: Widya Juniaty Dikeramaian yang memekakkan telinga, terdapat seorang anak yang…
Tulisan : Muhammad Alfaridzi Foto : Muhammad Alfaridzi Kegiatan Basic Public Relations (PR) Class yang digelar di…
Penulis: Jessy Marty R. Loardi Editor: Satriulandari Foto : KIFO KOSMIK Basic PR Class kembali diadakan…
Penulis: Kayla Aulia Djibran Editor: Satriulandari Foto : KIFO KOSMIK Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) melalui…