Tulisan Oleh : Muhammad Akhsan Hidayat Abadi
Foto Oleh: Muhammad Akhsan Hidayat Abadi
Percobaan ke empat, mengulang cara yang sama. Kali ini dengan lebih banyak preventif di bagian tangan dan kaki. Sedikit lebih hening di bawah sini. Hanya ada langit-langit yang nampak bias karena gelombang dan hidroakustik yang mendengung di telinga. Aku telah menyentuh dasar, benar-benar di bawah. Ini akan jadi penutup, demikian aku bergumam.
Kupikir sengsara dalam kepalaku telah berada di titik terendahnya sejak terakhir aku merasa di puncak. Aku mulai merasa bahwa aku tak akan pernah kembali ke diriku di tahun lalu. Anak laki-laki itu telah lama menghilang. Aku tak lagi menyalahkan siapa-siapa atas apa yang menimpaku. Mungkin aku memang pantas untuk ini.
Beberapa detik menuju sesak. Aku mulai mengasihani diri, lagi pula siapa lagi yang akan melakukannya. Selama berbulan-bulan aku bertarung dan untuk keempat kalinya aku berada di tepian arena. Dua bulan pertarungan aku mulai berpikir bahwa aku sendirian. Setelah semua tanda yang tersebarkan, kupikir aku memang benar.
Aku tak henti berharap, tapi harap tinggallah harap. Kupikir juga terlalu bodoh untuk berharap bahwa akan ada yang datang. Kita semua bertarung dengan lawan kita masing-masing, jangan berharap kau akan dapat bantuan.
Dipenghujung oksigen. Aku tahu masih ada bagian kecilku yang tak ingin seperti ini. Dia mulai meronta, tangan bergetar, paru-paru berteriak lapar. Untunglah aku membuatnya menjadi tak mudah dengan tangan dan kaki yang dilumpuhkan.
Ketahuilah, aku telah bertarung, aku pernah berniat untuk menang. Kau mungkin bertanya, apakah aku takut? Ya, Aku takut. Tapi bertahan tak berbuah apapun selain perih dan upaya menyeka berulang yang tak berujung.
Aku akan berakhir. Kamarku tak sempat ku tata kembali, itu akan sedikit merepotkan. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menyeruak akan kalian temukan dalam buku catatanku, dalam arsipku, dalam ingatan orang terdekatku, jika kalian bertanya. Meski sudah terlambat, setidaknya tak aku bisa meminimalisir pertanyaan yang mungkin muncul. Sialnya aku tak sempat melihat laut dan mendengar deru air yang mungkin memberiku menit tambahan.
Banyak yang akan kutinggal, aku yakin semua akan tetap berjalan. Mungkin tidak untuk beberapa orang, tapi pada akhirnya semua akan tetap berjalan. Kapal tempatku bernaung akan menemukan orang untuk mengisi kursiku, aku juga tak aktif bermain kartu jadi tak akan merubah alur. Sebutir pasir yang hilang tak akan merubah susunan pantai.
Sialnya hidup harus tetap berjalan.
Oleh: Putri Aliqa Umayyah Ilustrasi: Pinterest Di sebuah rumah yang sederhana, terdapat seorang wanita yang…
Oleh: Muh. Cahyo Dherian Ilustrasi: Widya Juniaty Dikeramaian yang memekakkan telinga, terdapat seorang anak yang…
Tulisan : Muhammad Alfaridzi Foto : Muhammad Alfaridzi Kegiatan Basic Public Relations (PR) Class yang digelar di…
Penulis: Jessy Marty R. Loardi Editor: Satriulandari Foto : KIFO KOSMIK Basic PR Class kembali diadakan…
Penulis: Kayla Aulia Djibran Editor: Satriulandari Foto : KIFO KOSMIK Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) melalui…