Penulis :Andi Rosnaeni
Tahukah kalian bahwa di kehidupan nyata pun kura-kura yang lambat tetap menang saat lomba lari melawan kelinci? Viona, seorang nail artist, acuh tak acuh saat mengetahui dirinya lebih lambat dari nail artist yang lain. Dibanding tak peduli sama sekali, ia hanya tahu ada proses yang perlu dilewati.
Penulis pertama kali bertemu dengan Viona saat ia berusia 14 tahun. Viona yang berusia 14 tahun masih memiliki poni yang tidak tergunting rata, baju kaos berwarna kuning cerah untuk bermain di pekarangan rumah sejak pagi hari, dan kacamata tebal dengan gagang berwarna hijau.
Kemana perginya gadis itu? Lama tidak bertemu, penulis terkejut saat bayangan gadis lugu itu sepenuhnya hilang. Tidak hanya penampilan yang tampak sangat elegan, beberapa tahun kemudian penulis mendapati ia adalah pemilik bisnis nail art yang sedang hype di Kijang, salah satu daerah di Kepulauan Riau.
Viona yang kini berusia 19 tahun sudah memiliki studio untuk menjalankan bisnis nail art nya sendiri. Usia yang masih tergolong muda. Lalu, sejak kapan ia berproses untuk sampai pada tahap itu?
Menilik ke belakang, seperti para mahasiswa pada umumnya Viona duduk mengikuti perkuliahan secara online. Tahu betul memiliki passion di bidang nail art, kesehariannya saat itu terasa sibuk tapi menjemukan. Alih-alih duduk menghias kuku, ia justru menjaga sebuah toko musik sambil mendengarkan materi perkuliahan tentang akuntansi.
Entah tertekan karena tugas atau salah jurusan bukan istilah yang tepat untuk menjelaskan situasi viona. Gadis yang berprestasi secara akademik itu merasa belajar adalah hal yang menyenangkan. Pada awalnya ia juga tertarik dengan akuntansi. Namun, kini ia sudah tahu ke arah mana ingin lebih jauh melangkah. Akuntansi memang menarik untuk dipelajari, tetapi passion terhadap nail art adalah sesuatu yang tak bisa ia tutupi.
Tidak ingin waktunya terbuang sia-sia, dengan tekad bulat Viona memutuskan untuk berhenti kuliah. Melepas beasiswa dan harapan orang tua yang menginginkan Viona bekerja di BUMN. Dibanding berkuliah, ia lebih ingin mengalokasi uang dan waktunya untuk mengambil sertifikasi di bidang nail art. “Kuliah atau tidak itu tidak salah. Yang menentukan kamu harus kuliah atau tidak adalah tujuan kamu,” ucap Viona yang yakin dengan tujuannya menjadi nail artist profesional.
Tekad yang kuat menuntun Viona menempuh perjalanan lebih dari 30 menit untuk belajar nail art di tempat kursus. Perjalanan cukup jauh untuk sebuah daerah kecil di Kepulauan Riau yang tidak kenal macet. Sama seperti kura-kura yang tertinggal di belakang kelinci, ia mendapati dirinya ternyata membutuhkan waktu tiga kali lipat lamanya dibanding peserta kursus lain untuk proses pengerjaan nail art. Sungguh jauh lebih lambat.
“Saya lambat karena saya baru belajar,” jawab Viona untuk banyaknya pertanyaan “kenapa kamu mengerjakannya dengan lambat?”. Dibanding insecure atau menutup diri, Viona justru mencintai proses miliknya. Ia pada saat itu yakin bahwa orang yang sekarang mengerjakan nail art dengan cepat pasti pernah berada di tahap yang sama lambatnya dengan dirinya.
Keberanian lanjut membawanya pergi dengan kapal air menuju Kota Batam, masih untuk belajar nail art. Kritikan membangun dari orang-orang yang memiliki kapabilitas di bidang nail art adalah sesuatu yang dirindukannya. Ia yakin kritikan akan membantunya berkembang.
Pelan tapi pasti, kemampuannya dalam nail art terus meningkat. Namun, tidak seperti dugaannya ia masih membutuhkan waktu ekstra untuk pengerjaan nail art. Meskipun tidak selambat dulu, ia juga tidak bisa mengimbangi kecepatan nail artist lain. Akan tetapi, ia tetap tidak menutup diri.
Viona kemudian menghabiskan banyak waktu belajar dan berlatih mengerjakan nail art. Menonton berbagai video tutorial yang ada di internet. Lagi-lagi, alih menutup diri, Viona justru merasa puas. Meskipun lambat, nail art yang ia kerjakan rapi dan menggemaskan.
Viona kemudian mulai menjalankan bisnis nail art berbekal rasa percaya diri atas kemampuannya. Ia yakin kunci untuk suatu bisnis adalah marketing online. Ia pun mulai melakukan pemasaran untuk Nailus, merek nail art miliknya.
Reels instagram dan tiktok Nailus Viona banjiri foto dan video estetik, sesuatu yang sangat digandrungi anak muda. Foto dan video itu tentu tak jauh tentang proses atau hasil pengerjaan nail art. Hal itu ia lakukan karena paham generasi saat ini adalah penyuka visual.
Akun instagram dan tiktok Nailus mulai mendapat penonton yang cukup banyak. Pengikut akunnya juga mulai memesan slot untuk nail art. Rumah demi rumah pelanggan ia datangi dengan antusias. Mendapatkan uang dari melakukan sesuatu yang disukai, betapa menyenangkannya hal itu. Viona sangat menikmati berada di jalan yang ia pilih.
Tidak ingin berhenti di titik itu, Viona ingin menekuni bisnis ini dengan lebih serius lagi. Gadis dengan rambut sebahu itu pun sampai pada keputusan membuka studio nail art miliknya sendiri. “Orang di sini siapa sih yang mau bikin kuku? Siapa sih yang mau nail art? Mereka pasti enggan mengeluarkan uang untuk menghias kuku,” salah satu anggota keluarga besar Viona tidak yakin dengan peluang bisnis nail art yang ditekuni Viona.
Kijang, memang hanya sebuah daerah kecil. Terlalu mewah jika membayangkan studio nail art, untuk bioskop pun belum ada. Mini market yang umum ditemukan di kota-kota juga baru membuka cabang di sana beberapa bulan belakangan ini. Namun, itu justru adalah pesona dari Kijang yang disukai Viona.
Orang-orang memiliki minat yang tinggi terhadap bidang kecantikan. Bahkan, meski ramai isu resesi, orang tetap butuh sesuatu yang menghibur diri mereka, salah satunya adalah kecantikan. Namun, di tengah fenomena itu ternyata Kijang belum memiliki studio nail art sama sekali. Ini peluang yang sangat besar menurut Viona. Ia pun semakin berani membuka studio dan menjadikan nail artist sebagai pekerjaan utama.
September 2022 ia resmi membuka studio nail art untuk Nailus, mengabaikan respon negatif yang bukan kendalinya. Perayaan pembukaan studio ini tentu juga diabadikan dalam sebuah video. Tujuannya mengenalkan studio Nailus kepada para pengikut di instagram dan tiktok.
Kali ini, video tersebut juga sampai ke beranda penulis. Bukan main terkejut, saat itu penulis bahkan tidak tahu bahwa ia adalah pemilik Nailus, merek nail art yang videonya beberapa kali muncul di beranda penulis.
Belakangan, penulis berbincang-bincang dengan Viona dan bertukar cerita mengenai banyak hal. Termasuk orang tuanya yang sempat meminta ia untuk kembali mendaftar kuliah. Namun, orang tuanya kini sudah dapat menerima keputusan Viona yang ingin berproses menjadi nail artist profesional.
Penulis kemudian bertukar kontak dengan Viona setelah sebelumnya saling mengganti nomor whatsapp. Story whatsapp nya selalu berputar pada dua hal. Mempersilahkan orang memesan slot atau memberitahu bahwa slot nail art pada hari itu sudah tidak ada. Sungguh nail artist yang sibuk, terlebih lagi untuk sebuah daerah yang tidak begitu padat penduduk.
Hingga Desember 2022, terhitung sudah 3 bulan ia menjalankan studio nail art. Pesanan slot pun mulai membludak karena sudah mendekati natal. Meskipun tidak selalu seramai hari-hari mendekati natal, Viona berharap Nailus dapat terus berkembang. Besar harapannya beberapa tahun kemudian Nailus tidak hanya terfokus pada nail art tapi juga pada berbagai bidang kecantikan.
“Jangan menutup diri. Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin selagi kita percaya pada proses,” ucap Viona yakin. Tidak masalah siapa yang terjun pada bidang ini lebih dulu, siapa yang memiliki kemampuan mengerjakan nail art dengan lebih cepat. Yang terpenting adalah siapa yang percaya pada proses dan siapa yang fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Prinsip itu masih ia pegang teguh hingga saat ini.
Jika kembali membahas kura-kura dan kelinci, kenapa kura-kura yang lambat sampai di garis finish lebih cepat daripada kelinci yang berlari kencang? Sama seperti Viona, hal itu karena kura-kura percaya pada dirinya, percaya pada proses, dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Jika sejak awal kura-kura sudah ragu, tidak percaya diri, atau terdistraksi pada berbagai hal lain tentu ia tak akan pernah memenangkan perlombaan.