Teks oleh M. Firdaus
Filsafat selama ini diartikan sebagai pecinta kebijaksanaan, hal ini jika kita mengartikan filsafat dari segi etimologi. Orang-orang yang kemudian banyak dan menekuni filsafat disebut sebagai Filsuf. Istilah ini mungkin sudah sering kita dengar, namun tidak semua orang dengan senang hati akan mau menerima dan membicarakan filsafat. Filsafat terkadang hanya diketahui, tanpa adanya keinginan untuk menggali lebih jauh tentang filsafat. Bukan rahasia lagi jika Filsafat dikenal sebagai ibu ilmu pengetahuan, namun sangat jarang diperbincangkan dalam ruang-ruang pengetahuan. Mungkin bisa dibilang bahwa Filsafat adalah Ibu yang Terlupakan.
Dalam sejarah perkembangannya, Filsafat telah banyak melahirkan banyak pemikir besar, dengan segala konsep pemikiran yang juga beraneka ragam, yang pada kemudian hari ini diberi gelar sebagai Filsuf pada zamannya dengan ciri pemikirannya masing-masing. Pemikiran yang beraneka ragam dari berbagai filsuf nyatanya hari ini masih banyak dibicarakan dan diperdebatkan, baik secara Pro maupun kontra kepada setiap pemikiran Filsuf yang bersangkutan. Masalah yang kemudian banyak diperdebatkan tidak lain ialah permasalahan dasar pada diri manusia. Mungkin inilah yang menjadikan Filsafat dibicarakan sampai hari ini, namun hanya pada orang-orang yang ingin membicarakannya.
Membicarakan filsafat, terkadang menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan bagi kalangan yang tak terbiasa membicarakannya. Bahkan bagi kalangan akademisi, tak hanya mahasiswa juga bagi dosen sekalipun. Banyak hipotesa serta argumen tentang filsafat yang menurut penulis diambil dengan terburu-buru. Banyak didapati, di negara yang katanya “religius” ini, Filsafat terkadang dijadikan sebagai lawan dari Agama, yang ketika kita membicarakan Filsafat akan sedikit menjauhkan kita dari keyakinan yang selama ini kita pegang dengan erat. Kemudian, karena Filsafat sebagai ilmu, Filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren, namun kekhasannya adalah bahwa filsafat ingin menyelidiki seluruh kenyataan sampai sebab-sebab paling dalam.
Filsafat hari ini semakin eksklusif dan sangat jarang dibicarakan oleh orang-orang. Mungkin saja, kita kini tidak lagi memedulikan sekitar dan hanya mengikuti arus tanpa mempertanyakan. Ditambah lagi dengan hipotesa negatif yang kemudian juga menjatuhkan citra filsafat di mata khalayak saat ini. Filsafat seolah dibicarakan dengan konsep yang abstrak, yang nyaris tidak memiliki kaitan dengan perjuangan dan kehidupan manusia. Mungkin juga dengan terklasifikasinya ilmu, maka makin jauhlah pembicaraan manusia tentang filsafat.
Tapi, Filsafat sebenarnya hanyalah perpanjangan dari pertanyaan-pertanyaan kita ketika masih kecil. Pertanyaan-pertanyaan yang mempertanyakan segalanya, tanpa tabu dan ragu untuk bertanya. Filsafat adalah hal biasa yang sudah sangat sering kita bicarakan. Lebih jauh lagi, berpikirpun juga berfilsafat. Berfilsafat adalah keniscayaan bagi manusia. Lantas, mengapa hal biasa itu menjauh dari keseharian kita? Menjauh dari pembicaraan kita? Menjauh dari ruang-ruang pengetahuan kita?
Filsafat ada semenjak manusia ada, semenjak manusia mulai mempertanyakan sesuatu, entah itu pada pertanyaan yang memiliki jawaban secara langsung, atau pertanyaan-pertanyaan yang mesti direnungkan lebih mendalam lagi. Filsafat tidaklah jauh, tidak terbatas pada konsep yang banyak ditebarkan oleh Filsuf Barat. Filsafat begitu dekat dengan keseharian, Filsafat mencoba memberikan jawaban yang mendasar. Seperti yang sebelumnya telah diutarakan, berpikir dan mencari jawaban berarti kita telah berfilsafat. Maka secara tidak sadar, ketika mencari alasan untuk menolak konsep berfilsafat, maka sesungguhnya kita sedang berfilsafat.