Pasca-kebenaran menjadi tantangan tersendiri dalam dunia jurnalisme. Istilah Pasca-Kebenaran berasal dari kata Post-Truth yang dalam Kamus Oxford diartikan sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Kata ini menjadi “Word of the Year” pada 2016 dalam Kamus Oxford lantaran meningkatnya penggunaan istilah tersebut. Hal ini didukung oleh dua momen politik paling berpengaruh di Uni Eropa dan Amerika pada tahun itu.
McIntyre dalam bukunya yang berjudul Post-Truth menjelaskan kendati meluas dalam konteks konstestasi politik dan opini publik yang banyak berkembang dan dimediasi oleh teknologi informasi, istilah pasca-kebenaran sebenarnya sudah lama dikenal sejauh dimengerti sebagai kondisi di mana ‘fakta alternatif’ menggantikan ‘fakta aktual’. Dengan begitu, fenomena pasca kebenaran sebenarnya sudah menjadi fenomena yang jauh lebih lama dan mengalami perluasan hingga saat ini.
Pasca-kebenaran (post-truth) dapat pula didefinisikan sebagai kondisi manusia yang dalam tindakan dan pendapat didominasi dengan keyakinan dan perasaan secara subjektif. Meskipun perasaan dan emosi juga sebagai salah satu perangkat yang menjadi sumber pengetahuan dari manusia, namun dalam menanggapi fenomena yang timpang ini orang-orang yang terlena akhirnya akan mengaburkan subjektivitas dan objektivitas, fakta dan fiktif, kejujuran dan kecurangan. Batas-batas antara kebenaran dan kepalsuan, realitas dan rekaan semakin kabur dan sulit untuk dibedakan. Realitas yang ada adalah realitas semu atau diistilahkan oleh Jean Baudrilliad sebagai hiperrealitas. Ditambah dengan kemajuan teknologi informasi saat ini yang didukung kemampuan algoritma mesin pencari dapat membuat seseorang mengakses informasi yang begitu banyak di internet menggunakan preferensinya.
Menyikapi fenomena pasca-kebenaran, bagaimanakah seharusnya masyarakat memilih dan memilah informasi yang tersebar di media? Sudahkah kita menjadi lebih moderat? Di samping konsekuensi negatif yang timbul, segala kemajuan teknologi informasi tentu saja membawa kemudahan dalam berbagai lini kehidupan. Kita hanya perlu menjadi lebih bijak dalam menyikapi hal ini mengingat pasca-kebenaran memungkinkan batas antara antara fakta dan fiksi, jujur dan bohong, asli dan palsu menjadi kabur.