Lembaran Catatan Kampus

0
480

Teks oleh Muh. Haeril

 

 

Langit hitam memekat sepertinya akan turun hujan, dan ternyata air tak jua menetas dari langit. Sudah beberapa hari matahari tak menampakkan wajahnya di kota ini. Rasa-rasanya seperti dalam film anime Naruto saja yang di salah satu desanya hanya berteman dengan hujan.

Ya’ disini saya tak ingin berbicara banyak tentang hujan, hanya ingin mengulas dan berbagi cerita tentang kampus. Lagi-lagi perasaan gelisah menyambangi benak mahasiswa, perasaan berkecamuk melihat kondisi rumah mereka yang sedang tidak baik-baik saja.

Ibarat rumah akan berdiri kokoh ketika pondasi dasarnya kuat sebagai penopang. Mungkin seperti itulah keresahan beberapa mahasiswa melihat realitas kampus saat ini. Kajian-kajian mengenai kampus menjadi isu yang sangat seksi untuk di perbincangkan. Kali ini diskusi publik yang di inisiasi oleh BEM Kema FISIP Unhas bekerja sama dengan senat Fakultas Ekonomi dan Bisnis bertemakan Manifiesto  Tri Darma Perguruan Tinggi.

Diskusi panelis yang di bawakan oleh tiga pembicara yaitu, Prof. Dr. W.I.M. Poli (Dosen FEB UNHAS), Endang Sari, S.IP, M,Si (Dosen Fisip Unhas) dan Slamet Riadi (Mahasiswa UNHAS). Ketiga pembicara, memaparkan materi tentang konsep Tri Darma perguruan Tinggi. Mulai dari historis Darma itu sendiri, konsep pendidikan, nilai-nilai dan metode penyampaian yang berbeda-beda pula. Meskipun berada di tempat sederhana tepatnya pelataran Baruga A.P, Pettarani tak mengurangi antusias peserta diskusi. Selingan candaan dari pemateri memberikan semangat tersendiri bagi mahasiswa. Nampak jelas senyum tulus menghias wajah-wajah itu.

Setelah pemaparan masing-masing pemateri, tibalah saatnya sesi tanya jawab. Proses dialektis membuat warna tersendiri pada diskusi tersebut. Salah satu hal yang menarik ketika dalam diskusi (bukan ceramah) terjadi dialog dan pertukaran makna-makna antara kedua belah pihak, sehingga khazanah-khazanah ilmu pengetahuan semakin bertambah juga. Bukan hanya kepada yang mendengarkan materi saja, tetapi juga kepada pembicaranya.

Adanya pertukaran makna-makna  mampu mewujud pada sebuah gerakan, menyamakan visi, aksi dan hati. Waktu terus bergulir, tak terasa diskusi telah usai. Puas dengan rejeki pemahaman hari ini, ku coba untuk menggerakkan tangan kaku ini dengan pena berwarna hitam, dan kemudian menggoreskanya pada kertas putih kosong tuk kembali meriview  hasil diskusi tersebut. Maklum di kampus banyak pengalih perhatian hehehe.

Point pertama tentang kampus, sepemahaman saya kampus semestinya menjadi menjadi ruang-ruang dialektis, ruang dimana segala hal yang menjadi keheranan terhadap dunia tuk dipertanyakan, bukan ruang memperlihatkan keduniawian.

Poin ke-dua pendidikan, pendidikan bukan tuk menjadi super hero tetapi bagaimana menjadi manusia dalam berfikir luas dan berprilaku yang baik dan sederhana. Seyogyanya eksistensi kemanusian yang terus haus akan menimbah ilmu pengetahuan dan tak pernah selesai menjalani proses belajar memaknai hidup, karena ke-hidupan mengajarkan tentang kebenaran itu sendiri.

Poin ke-tiga kebijaksanaan, bahwa sebagai mahasiswa janganlah melihat segala sesuatu dengan satu sudut pandang saja, lihatlah secara holistik sebuah fenomena. Poin ke-empat pengarsipan, terlihat juga beberapa sorotan kamera mahasiswa. Sangat-sangat penting mengabadikan momen seperti ini ketimbang membagikan momen yang tak jelas arah dan muaranya kemana. Mengapa hal itu penting? karena pengulangan waktu dapat mengabadi ketika hal tersebut di dokemntasikan (untuk pengarsipan) seperti halnya  foto, video, film dan lain-lain. Pengarsipan kejadian-kejadian masa kini, akan membawa kita kembali pada nostalgia pengetahuan (bukan masa lalu). Apa lagi hidup di era digitalisasi, semua hal membutuhkan eksistensi agar keberadaan mahkluk hidup tetap hidup dalam. Ketiadaanya.

Poin ke-lima pengabdian, hanya beberapa pertanyaan refleksi saja, pengabdian kepada siapa dan untuk apa. Poin hasil review di atas sengaja penulis banyak memberikan pertanyaan, harapanya setiap individu melukiskan setiap lembaran cerita tentang kampus zaman ini, kalau bukan kita, siapa lagi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here