Penulis: Kartika Nursyahbani & Shalfira Madani | Ilustrasi: Teguh Ardiansyah Sabir
“Woy.. Hapenya di turunin woy!”
“Aduh itu yang ngerekam udahan dong”
Menonton konser musik menjanjikan atmosfer yang lebih seru dibanding mendengarkan lagu kesukaan lewat handphone. Banyak yang rela membayar mahal demi bisa menyaksikan musisi idolanya secara langsung. Berdesak-desakan pun bukan jadi masalah. Pulang dari konser tetap puas, bahkan ingin mengulang konsernya lagi.
Kini, di era yang serba canggih, bahkan ngusir nyamuk pun bisa pakai hp. Sudah ada sedikit pergeseran dalam cara menikmati sebuah pertunjukan musik. Kini orang tak lagi datang dengan tangan kosong, melambaikan tangannya dan bergoyang di depan panggung saat artis idolanya beraksi.
Momen konser sangat berkesan membuat sebagian orang merekamnya. Hal itu mengundang banyak perdebatan. Ada yang terganggu dengan orang yang suka merekam, ada pula yang mengatakan merekam itu perlu.
Menonton konser ialah momen jarang-jarang. Beberapa orang menganggap merekam termasuk cara menghargai momen spesial ini. Supaya suatu saat kita bisa memanggil ingatan kalau pernah ada di antara riuh penonton menyaksikan idola. Belum tentu kita dikasih kesempatan menyaksikan idola main lagi. Apalagi musisi luar negeri yang jarang konser di Indonesia.
Embel-embel mendokumentasikan video dianggap mengganggu jalannya konser oleh beberapa kalangan. Banyak penonton yang mengaku terganggu, lantaran pandangan matanya terhalang layar ponsel.
Banyak juga terganggu karena upload-an sosial media, instagram yang menampilkan rekaman konser.
Menurut Nadya Annisa Nasruddin, saat nonton konser itu punya euphoria sendiri. Adapun untuk mempostingnya ke media sosial itu hanya sekedar mengabadikan moment serta kebahagiaan tersendiri.
Media sosial ini merupakan media untuk berinteraksi tanpa harus bertatap muka, mempermudah komunikasi juga mengenal orang lain tanpa harus bertemu langsung. Ada yang menggunakannya sebagai tempat mengekspresikan dirinya. Hal ini dianggap sebagai bentuk narsisme atau eksistensi diri, walaupun juga dianggap sebagai bentuk pengembangan diri.
Menurut Drs. Syamsuddin Azis, M.Phil. Ph.D, merekam konser tersebut menurut sangat wajar. Karena untuk kesenangan diri sendiri apalagi semisal yang mereka tonton adalah yang menjadi idolanya.
“Tentu mereka merasa senang bisa melihat idolanya secara langsung. Kalau mengenai mengunggah ke media sosial, kemungkinan mereka ingin sharing apa yang dia rasakan kepada orang lain. Mereka ingin memperlihatkan kepada orang lain bahwa mereka sedang atau baru saja menyaksikan secara langsung idolanya,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan, kaitan eksistensi diri dengan upload-an rekaman konser sebenarnya tidak berkaitan secara langsung. Tetapi dapat dikaitkan karena konsep diri sendiri berkaitan dengan self-ideal. Konsep yang berkaitan dengan idola mereka. Self-ideal inilah yang secara tidak langsung mempengaruhi totalitas konsep dirinya yang pada akhirnya membentuk self-esteem, untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukannya. seseorang yang memiliki self esteem tinggi, pasti dapat mempertimbangkan apa yang mereka ingin lakukan.