Peringati Hari Kartini, Kosmik Gelar Diskusi Gerakan Perempuan

0
758

Foto oleh Kifo Kosmik

Makassar, Baruga – Taman Sospol Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas tampak ramai. Banyak mahasiswa yang berlalu-lalang dengan tas yang ia bawa, buku yang ia pegang, juga minuman yang ia nikmati sambil terus melangkah. Di salah satu sudut taman, karpet-karpet terlentang dengan rapi. Beberapa orang yang ada di sana sudah siap mengikuti diskusi “Puan, stop. Jangan Asal Gerak!” yang di adakan oleh Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) Unhas pada Rabu (24/4).

Diskusi dalam rangka memperingati Hari Kartini ini menghadirkan tiga pemateri, dengan tiga topik yang berbeda pula. Lusia Palulungan dari Program Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU) Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BAKTI) memulai dengan materi Kesetaraan Gender. Di awal pemaparan, Lusia membahas perbedaan gender dan kodrat atau yang biasa disebut seks. Program Manager MAMPU BAKTI ini menuturkan bahwa gender adalah jenis kelamin sosial, yang terkait dengan peran laki-laki dan perempuan.

“Kalau di Sulawesi Selatan, peran perempuan adalah mengurus rumah tangga. Jadi, urusan memasak, mengasuh anak dan urusan domestik lainnya adalah urusan perempuan. Urusan laki-laki adalah mencari nafkah, yang berdampak pada perannya sebagai kepala keluarga,” tuturnya. Sedangkan kodrat adalah perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis.

Lusia melanjutkan bahwa hadirnya ketidakadilan gender disebabkan oleh adanya peran yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan. Padahal, peran ini dapat ditukar sesuai dengan kemampuan orang tersebut. Untuk itu, tujuan dari gerakan kesetaraan gender adalah peran laki-laki dan perempuan sama, dalam artian diberi kesempatan yang sama.

Aminah dari Perempuan Human Illumination memiliki pendapat lain. Menurutnya, adanya masalah kesetaraan gender ini disebabkan oleh pola pikir kita. Cara berpikir kita akan mempengaruhi sikap kita terhadap orang lain. Selain itu, alasan lain dari lahirnya isu ketimpangan ini adalah kehilangan identitas. Ia berpendapat bahwa terkadang kita tidak mengenali jati diri dan fitrah kita.

Dalam materi Falsafah Perempuan, Aminah memaparkan pemikiran seorang orientalis asal Jerman, Annemarie Schimmer,  tentang feminisme. “Menurut Annemarie, feminisme membahas tentang perilaku atau sifat. Jadi sifat lemah lembut, tegas, sayang, bertanggung jawab, dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan,” ujarnya. Lebih jauh lagi, feminisme dari pemikiran Annemarie membahas tentang beberapa sifat perempuan yang mewakili alam semesta. “Jika diambil dari pendapat Rumi, ia mengatakan bahwa laki-laki atau maskulin ibarat langit, dan perempuan atau feminisme ibarat bumi,” lanjutnya.

Pemateri terakhir, Muh. Rizky S. Ali dari Kosmik mengangkat judul Media dan Perempuan. Rizky membahas bagaimana media mengaburkan sifat laki-laki dan perempuan sebagai manusia dengan memberi streotip kepada keduanya. Hal ini membuat orang-orang memiliki daya khayal yang terbatas, disebabkan ruang imajinasi yang telah terkonstruksi oleh media. Di media digital pun terdapat ruang gema yang mempersempit informasi yang kita dapat. “Ini menjadi tantangan besar buat kita. Apakah kemajuan teknologi ini akan meningkatkan kualitas kemanusiaan kita untuk menjadi manusia atau meningkatkan kualitas manusia kifa di wilayah yang minim akan daya imajinasi?”

Setelah pemaparan materi selesai, agenda dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Cuaca mendung dengan hawa dingin tidak menyurutkan semangat peserta untuk saling bertukar pikiran. Sesi yang berlangsung selama satu jam ini disambut antusias baik oleh pemateri maupun peserta diskusi.

“Sebagai laki-laki, saya lebih sadar bahwa perempuan juga dapat melakukan peran laki-laki sesuai porsinya. Dan dari diskusi ini saya menjadi tahu hal-hal baru, misalnya tentang undang-undang mengenai pelecehan seksual yang ternyata sangat lemah,” Ujar Maldi, salah satu peserta diskusi. (Miftahul Jannah)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here