Review Diskusi Film : Parasite

Nadya dwi chairunisa dan Reni Saputri Gumelar

0
2110
parasite poster
Sumber : Google

Film Korea Parasite atau Gisaengchung yang disutradarai oleh Bong Joon-Ho berhasil memboyong beberapa penghargaan di festival film kanca internasional salah satunya empat peghargaan Oscar. Hal itu memberikan animo yang tinggi kepada masyarakat untuk menontonnnya. Parasite memilik nilai personal tersendiri bagi Bong Joon-Ho karena ide film ini lahir dari pengalamannya.

Tidak salah jika banyak sekelompok orang ingin mengkaji lebih dalam mengenai isu yang ingin disampaikan sang sutradara karena kepiawaian dalam membangun cerita, karakter dan suasana. Sehingga kelompok belajar Kine KOSMIK mengadakan diskusi film ini yang diselenggarakan pada 10 April 2020 melalui Zoom karena dianggap cukup penting di didiskusikan bersama dan Wahyu Al-Mardhani yang menjadi fasilitator diskusi di film ini. Berikut garis besar catatan dari diskusi kemarin :

Dari segi cerita ataupun teknisi pada  film Parasite banyak memberi tanda atau pesan yang sangat apik yang diperlihatkan Bong Joon-Ho. Salah satunya kultur keseharian dan kesederhanaan bercerita mengenai hubungan hierarki sosial antara kelas atas dan kelas bawah di Korea Selatan. Tak heran  film Parasite memamerkan kesenjangan si kaya di rumah mewah dan si miskin di Banjinha.

Penggambaran keadaan Korea Selatan dipilih Bong Joon-Ho sebagai pembuka film, kemudian film ini memperlihatkan Banjiha yang dulunya dipakai oleh masyarakat Korea Selatan dalam peperangan dengan Korea Utama. Bong Joon-ho juga menampilkan gambaran kemiskinan di negeri terkaya ke-12 dunia (per 2019), tata pemerintahan yang buruk dalam Korea Selatan sama seperti di Indonesia dimana dalam film terlihat rumah-rumah terendam banjir.

Pada film ini ada salah satu barang yang menajdi iconic dalam film ini adalah batu yang dibawa Min-hyuk sebagai koleksi kakeknya, Kim Ki-woo (Kevin) menganggap batu itu sangat metafor atau memiliki arti Keberuntungan. Kemudian dijelaskan kalau batu tersebut hanya sebuah kekosongan dengan diperlihatkan batu itu mengambang saat ada dalam scene banjir.  Film ini berhasil membuat penonton takjub dengan kelakukan yang dibuat oleh keluarga miskin.

Ada banyak pesan yang disampaikan oleh Bong Joon-Ho secara tersirat dan secara gamblang bahkan disisipkan dalam dark comedy. Salah satunya adalah shot yang diambil dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas sangat menunjukan perbedaan kelas pada film parasite ini.  Kemudian lewatnya sebuah mobil ketika Kim Ki-woo dengan temannya Min-hyuk sedang duduk di depan toko yang membahas “pura-pura” menjadi guru pengganti Min-hyuk yang merupakan sebuah kata kunci . Dalam penjelasnya film kriminal sangat erat dengan senjata atau kendaraan menandakan dia akan melakukan tindakan kriminal.

Parasite memainkan semiotik pada cahaya yang arti sebuah harapan dan matahari memberikan arti kehidupan.  Kehadiran ornamen suku Indian dalam film memilik cerita tersendiri yakni suku Indian adalah suku yang dibumi-hanguskan karena kedatangan orang berkulit putih sebagai pendatang.

Seperti yang dikatakan Bong Joon-Ho : ”saya memperkenalkan karakter bukan dari penceritaan,tapi dihadirkan dengan tanda diantara interaksi manusianya”. Dari teknik kamera dalam film ini memperlihatkkan keluarga miskin itu dibawah, kemudian ada hujan itu sebagai metafor kalau setinggi apapun kamu tapi kalau tidak memenuhi syarat hukum alam ya kamu akan tetap kembali kebawah bahkan sampai yang paling bawah. Ini dilihat dari sceen keluarga miskin berlari menuju tempat tinggal mereka.

Strata sosial  yang merupakan pion utama pada film ini disiratkan juga pada garis yang biasa diinterpretasikan sebagai kelas atau pembatas.  Scene yang memperlihatkan dengan jelas perbedaan si kaya dan si miskin yaitu pada saat keluarga Ki-Taek bersembunyi di bawah meja. Kalau kita mau menganalogikan dengan dialog sebelumnya, ” kita seperti kecoa yang berasal dari got,dari bawah dan sangat menjijikan”  mereka berada di bawah meja itu memperjelas kalimat tersebut dan menandakan kelas atas dan kelas bawah yang dipermanis dengan gerakan kamera yang dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.

Poin penting yang juga sangat menarik dalam film ini adalah prespektif kebohongan yang dapat dibedah secara ilmiah. Secara kedokteran, terdapat amigdala pada otak yang merupakan sebuah saraf ketika kita melakukan suatu kebohongan satu kali maka akan ada kebohongan lagi setelahnya.

Diskusi ini juga mengadakan tanya-jawab antara peserta dan fasilitator dan dalam diskusi film parasite ini, salah satu peserta diskusi menyampaikan pendapatnya bahwa ia merasa film ini akan berubah genre dan menurutnya karakter antagonis film ini tidak bisa ditentukan karena karakter yang ditentukan Bong Joon-Ho ini sangat kondisional. Baginya, karakter ini sangat dekat dengan kita dan biasa kita dapatkan di dunia nyata. Dalam film Bong Joon-Ho ada persamaan bahwa dia selalu membahas stara sosial misalnya, dan ini idealisya Bong Joon-Ho yang ditampilkan dalam setiap film.

Wahyu selaku fasilitator film ini mengatakan bahwa mengidentifikasi karakter protagonis itu jangka cerita dan bagi Bong Joon-Ho sebagai sutradara ia tidak menentukan karakter pada film ini, karena kita bisa lihat transisi perubahan pada beberapa karakter.

Adapun dari peserta lain  diskusi berpendapat mengenai semiotika film ini, bahwa semiotika film Parasite sesuai konteksnya bahwa suatu tanda ada kode budaya dan lain-lain. Diperlihatkan bagaimana orang-orang barat melihat timur dan timur melihat barat yang akhirnya tertuang dalam barang-barang yang ada dalam film tersebut. Kemudian mengambil keuntungan dalam hidup justru pada sistem ada pada film ini karena kesenjangan sosial diatas atau dibawah itu selalu ada. Artinya mereka hanya ingin bertahan hidup, bagaimana ideologi yang menjelma kemudian dia bekerja secara kasat mata di film itu bagaimana, kita bisa perhatikan infrastruktur itu megah dengan tidaknya begitu, hingga ia mempertanyakan  “yang jadi pertanyaan saya kenapa dia bisa jadi parasite begitu?”

“Saya dapat satu jurnal isinya analisis kekerasan yang ada dalam ini film, yang menarik ini kekerasan yang dilakukan oleh perempuan dapat diartikan kalau kekerasan bisa hadir oleh siapa saja, bukan masalah gender. Film ini sangat manusiawi dan mampu menjelaskan permasalahan yang penting. Perlu diingat garis tengah dalam film ini itu strata atau membandingkan kelas sosial. Ketika kita merujuk pada judul Parasite, siapa yang jadi parasit-nya? Jawabannya semua parasite si kaya bergantung pada si miskin dan si miskin bergantung pada si kaya. Bong Joon-Ho sangat jeli memperkenalkan lewat interaksi dan saya berani bilang  semua keluarga dalam film ini parasit sih.” jawab Wahyu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here