Penulis: Agus Rafiul Anwar dan Assa Jauza | Foto: Dokumen Pribadi
Sempat vakum di tahun 2016, Yayasan Ruang Antara kembali hadir di tahun 2019 dengan konsep yang lebih matang dari sebelumnya. Ruang Antara merupakan yayasan yang berkonsentrasi dalam kajian komunikasi sekaligus melakukan pengawasan media khususnya di Kota Makassar. Keterbatasan proses edukasi keilmuan komunikasi dalam ruang kelas maupun kurikulum yang tidak ideal lagi dengan realitas new media menjadi suatu misi baru bagi Yayasan Ruang Antara.
Bentuk Ruang Antara hari ini merupakan peremajaan dari Ruang Antara yang dulu. Sebelumnya, Yayasan Ruang Antara lahir dengan nama Sekolah Media Literasi (Smile) pada Tahun 2013. Namun Smile hari itu disasarkan secara spesifik hanya untuk anak Sekolah Dasar di Desa Lakkang. Pelebaran sayap yang dilakukan di akhir Tahun 2014 diharapkan dapat merangkul lebih banyak isu-isu komunikasi.
Sejauh ini Yayasan Ruang Antara telah berhasil menorehkan beberapa prestasi melalui program-programnya. Mulai dari pemutaran film, mewadahi dan membedah buku-buku khusunya yang terkait dengan kajian komunikasi, serta melakukan advokasi dan riset pada fenomena-fenomena komunikasi yang terjadi. Jadi Ruang Antara ini adalah yayasan yang sangat peka nan responsif terhadap isu-isu komunikasi yang patut dikritisi.
Yayasan Ruang Antara mengedepankan semangat dan insiasi sukarela dalam penyebarannya. Melihat kebutuhan literasi media yang sangat darurat untuk dikepakkan di berbagai golongan masyarakat menjadi motivasi yayasan ini agar lebih giat menumbuhkan nalar kritis masyarakat melalui praktek-praktek media literacy yang mereka rencanakan. Yayasan Ruang Antara juga sangat terbuka dan fleksibel terhadap siapa saja yang membawa semangat dan misi yang sama tanpa perlu dinaungi secara langsung oleh Yayasan Ruang Antara.
Lalu bagaimanakah perjalanan Yayasan Ruang Antara selama ini semenjak vakum pada Tahun 2016? Simak selengkapnya dalam wawancara khusus bersama Direktur Ruang Antara, Ayu Adriani?
Apa latar belakang didirikannya Yayasan Ruang Antara?
Di awal-awal sebenarnya kita mau menciptakan ruang alternatif yang ranah kerjanya melebarkan wacana komunikasi dan menjalankan fungsi-fungsi pengawasan terhadap media. Sependek pengetahuan saya, memang belum ada komunitas, yayasan atau apapun bentuknya yang konsennya ke komunikasi di Makassar. Ruang antara hari ini pun merupakan hasil peremajaan dari ruang antara yang dulu. Pada akhirnya kita sadar, ruang-ruang formal, institusi-institusi pendidikan komunikasi banyak sekali keterbatasannya. Beberapa kurikulum saat ini patokannya ke ranah media konvensional sedangkan hari ini media yang banyak berkembang justru media baru. Melalui hal ini pula Ruang Antara memiliki alasan lain yang lebih kuat kita harus hadir untuk mengisi kekosongan semacam ini.
Siapa saja yang menginisiasi terbentuknya Yayasan Ruang Antara? Dan kini siapa-siapa saja yang menjalankan yayasan ini?
Penggerak-penggerak awal Ruang Antara (Sebelumnya Smile) kebanyakan berasal dari Ikatan Mahasiswa Komunikasi Indonesia (IMIKI) dan hal ini membuat roman-roman Smile diawal sangat kental akan nuansa IMIKI. Setelah kemudian didirikan Ruang Antara, orang-orang yang terlibat didalamnya rata-rata adalah orang-orang yang kemarin berada di Smile yang mana di dominasi oleh mahasiswa dari Universitas Hasanuddin dan Universitas Fajar.
Siapa saja yang dapat bergabung ke dalam Yayasan Ruang Antara?
Kita memakai sistem ke-volunteer-an, yang mana di sistem ini siapa saja bisa ikut. Selama ia paham apa yang akan kita lakukan, apa yang mau kita bawa, misi yang kita usung, dan segala macam itu bisa ikut sekalipun bukan mahasiswa komunikasi.
Selain kak Ayu sendiri sebagai Direktur, bagaimana susunan struktur organisasi dalam Yayasan Ruang Antara?
Jadi struktur di dalam Yayasan Ruang Antara itu terbagi atas saya sebagai direktur kemudian ada sekretaris dan bendahara. Kita juga memiliki divisi riset, divisi konten, divisi edukasi, dan divisi IT. Meskipun kita tidak terikat struktur karena kami sistemnya ke-volunteer-an. Struktur ini hanya perkara untuk memastikan bahwa ada orang-orang yang betanggung jawab penuh atas kerja-kerja Ruang Antara.
Sejak didirikan sejak 2014, apa saja yang sudah dilakukan atau pencapaian-pencapaian Yayasan Ruang Antara hingga saat ini?
Di divisi edukasi, kita telah bikin pemutaran film, diskusi film, dan nitip buku yang mana sistemnya kayak peminjaman, jadi siapapun bisa bawa bukunya ke Ruang Antara dan Ruang Antara yang menaruh dan memberi ruang jadi siapapun bisa datang untuk membaca. Kemudian Shutter Space yang mana adalah kelas-kelas fotografi singkat dan juga terpenting ada Sekolah Media Literasi (Smile). Di bidang advokasi kita mengusung suatu isu atau tema tertentu dan kita mencari orang yang bisa bicara tentang hal itu kemudian di produksi dalam bentuk video. Lalu ada Hari Melek Media. Hari Melek Media ini dulu mengakar ke “Hari Tanpa TV”. Dari situ kita membentuk hari sendiri yang mengekor ke Hari Anak Nasional.
Bagaimana Yayasan Ruang Antara bergerak sebagai yayasan yang berfokus pada kajian komunikasi?
Bicara soal komunikasi itu luas sekali. Makanya cara kami untuk memudahkan dan mengerucutkan hal yang luas ini dengan melihat isu-isu komunikasi apa yang kira-kira dipotret oleh media dan itu yang kita pake untuk kemudian diwacanakan kembali, diisukan kembali, dan dituliskan kembali. Nilai-nilai yang mau kami usung itu nilai-nilai kajian dan visi misi literasi di web. Dari konten website kemudian baru bisa kita turunkan ke semua media sosial. Jadi untuk di website itu kita terbuka untuk menerima tulisan-tulisan yang menggunakan kacamata komunikasi. Tapi kemudian kami punya tim riset, nah di tim riset ini kemudian kami perlu punya bank data. Kiblatnya adalah isu-isu yang dipotret oleh media. Itulah menjadi konsen kami untuk bergerak secara intens. Jadi memang bicara komunikasi itu sangat luas. Di website kita terbuka untuk wacana komunikasi apapun, tapi untuk kemudian yang kita terjemahkan kelapangan seperti kayak buka diskusi dan segala macam, kami menggunakan kacamata media.
Apakah Yayasan Ruang Antara turut serta memberi apresiasi pada lembaga dan kerja-kerja penyebaran informasi yang berpihak pada khalayak? Seperti apa itu bentuk-bentuk apresiasi yang diberikan?
Di kepengurusan sebelumnya, kita bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Mereka berdialog mengenai beberapa laporan di masyarakat yang kita temukan di lapangan. Sekarang kami sepakat tidak perlu banyak program, yang penting ada satu program yang continue. Jadi nantinya di website akan ada suatu ruang lingkup dimana masyarakat dapat mengeluhkan, menyampaikan informasi-informasi atau berita yang menurut mereka merugikan, tidak bermanfaat atau bermasalah. Ketika itu telah dibuka, Ruang Antara dapat menjadi penyambung lidah antar masyarakat dengan KPI misalnya atau kepada pihak-pihak yang terkait. Jadi sebenarnya tu kembali lagi ke semangat literasi media, yang mana tidak hanya mengkritik tetapi kita juga turut mengapresiasi kerja-kerja yang memang pada jalurnya yang mana hal ini terkadang luput dari pegiat-pegiat literasi media.
Apa harapan ruang antara terhadap media di Makassar dalam menjalankan peran dan fungsinya untuk menghadirkan informasi dan berita kepada masyarakat?
Konsen kita ada pada khalayak jadi apapun proses yang bekerja mau itu di ruang redaksi ataupun jurnalis yang terjun kelapangan, kita berharap bahwa semangat yang mereka pegang adalah keberpihakan terhadap khalayak. Hal itu mungkin terdengar sangat idealis, tapi itu akan menjadi mimpi yang tidak selesai-selesai apalagi dengan melihat hari ini banyak sekali media-media yang partisan dan jurnalis abal-abal. Jangan sampai pada akhirnya kita dilihat hanya sebatas komoditas atau masyarakat hanya dilihat sebagai sebatas angka. Hal itu sebenarnya jalan panjang dan kita butuh untuk menjadi berdaya dengan cara kita sendiri.