Rumah Bagi Rasa yang Tak Terucap

0
71
Ilustrasi Oleh AI Chatgpt Generated

Tulisan Oleh: Aqilah Syamsuddin

Ada satu rasa yang kini terasa begitu hampa. Kosong. Bahkan untuk menoleh ke arah itu saja, aku enggan. Malam ini, banyak keluh bersuara di dalam kepala. Menuliskan isi hati pun terasa berat. Untukmu yang sedang membuka lembar tulisan ini, semoga kamu bisa memahaminya, meski tak tahu sepenuhnya apa yang ingin kusampaikan.

Sedikit demi sedikit, kudengar suara dari diriku sendiri, sosok yang lelah dan nyaris kehilangan arah. Mungkin setelah membaca ini, tak ada satu pun kata yang benar-benar bisa mewakili perasaan ini. Segalanya tumpah ruah, namun tak ada yang sanggup mencerminkannya.

Aku bingung… dan bertanya-tanya, Apakah aku masih pantas untuk merasakan kebahagiaan yang sejak lama hilang? Kapan terakhir kali rasa itu memelukku dengan hangat?
Sudah banyak doa yang kupanjatkan, namun belum juga datang jawabnya.

Aku adalah pemimpi, namun kini terasa tak ada lagi tenaga untuk mengejar apa yang dulu begitu aku inginkan.
Meski begitu, aku tetap bersyukur atas semua yang pernah hadir dalam hidupku.
Pelan-pelan, aku mulai paham, tak semua hal bisa kita kendalikan.
Ada yang memang harus kita lepaskan… karena pada akhirnya, kita semua akan kembali pada-Nya.

Tapi, bicara soal takdir… Apakah kita akan selalu bisa ikhlas pada hal-hal yang tak pernah terkabul?
Aku tak sadar sudah terlalu dalam larut dalam suara-suara dalam kepala. Di mana diriku? Di mana dirimu? Kita berada di waktu yang sama, tapi tak lagi merasakan hal yang serupa.

Mungkin kamu merasakannya juga… tapi entah mengapa, empati itu hilang.
Hai, jika kamu bingung arah tulisan ini, percayalah aku juga merasakannya.
Ini adalah cermin dari isi kepalaku yang terus berputar, tanpa tahu ke mana harus berlabuh.

Ada konteks yang ingin kugali, tapi isinya tak pernah benar-benar jelas. Malam ini, aku hanya ingin dimengerti. Aku ingin ada seseorang yang hadir, benar-benar hadir.

Banyak cinta datang dan pergi, tapi tak satu pun mampu membuatku betah tinggal dalam rasa itu. Aku ragu saat jatuh cinta kembali, apakah aku pantas dicintai? Ataukah aku hanya penikmat rasa jatuh hati, tanpa pernah bisa benar-benar dimiliki?
Aku telah melalui banyak proses dalam hidup.

Singkatnya, aku pernah menjadi korban pertemanan yang tak adil. Jika kusebut sebagai perundungan, rasanya terlalu berat tapi rasa sakitnya nyata. Aku tumbuh di keluarga penuh cinta, tapi di luar sana… luka tetap hadir. Perjalanan sekolah dulu meninggalkan jejak trauma.

Aku sulit percaya pada ketulusan, sulit merasa benar-benar diterima.
Aku benci perasaan ini. Dan jujur saja, aku belum bisa bilang aku sedang pulih. Karena luka itu sudah terlalu dalam, terlalu lama tertanam. Sudah terlalu banyak air mata yang jatuh karena aku tak tahu bagaimana cara memahami hidup.

Aku pun tak tahu pasti apa yang ingin kuceritakan. Sudah banyak usaha yang kulakukan untuk meredakan luka, tapi rasanya… aku tetap kalah untuk mengalah. Mungkin aku egois.

Tapi aku juga hanya manusia biasa, penuh kekurangan, penuh pertanyaan. Tulisan ini memang penuh rasa kecewa, tapi… biarlah ia menjadi rumah bagi emosiku. Tempatku pulang saat dunia tak memberiku ruang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here