Penulis: M. Rafly Purnama | Kolase: Tori Andilo
Memasuki pertengahan tahun 2020 telah banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang membuat kita sebagai manusia sadar akan ketidakmampuan dalam melawan kehendak alam. Sejatinya sekarang alam telah menunjukkan siapa dirinya, mungkin ia ingin menyadarkan penghuninya yang telah menghancurkan organ-organ vitalnya akibat dari keserakahan penghuninya sendiri. Membangun dan mengeruk habis-habisan dalam upaya melabelisasi diri, kelompok, dan institusi sebagai sebuah kemajuan peradaban, tanpa memerhatikan perasaan alam akibat lingkungan yang telah dirusak dalam upaya tersebut.
Pandemik Covid-19 harusnya membuat kita sebagai manusia sadar bahwasanya kita semua baik itu hewan, tumbuhan dan mikroorganisme, adalah makhluk hidup yang harus saling menjaga keseimbangannya satu sama lain. Manusia tidaklah istemewa, manusia tidaklah superior akan kehadirannya di bumi ini. Manusia tidak berhak menghardik kehadiran makhluk hidup lain dengan mempergunakannya seenaknya, karena hal tersebut dapat menimbulkan ketidakstabilan ekosistem. Manusia hanyalah makhluk hidup yang unik, keunikannya adalah akalnya yang membuat manusia itu dapat berpikir dibandingkan makhluk hidup lainnya. Lantas keunikan yang dimiliki manusia haruslah dipergunakan sebaiknya, salah satunya adalah dengan menjadi pemimpin, karena kemampuan manusia yang dapat berpikirlah makanya manusia juga harus memikirkan untuk menyeimbangkan ekosistem di bumi ini bukan malah menjadi superior dengan menghardik dan mempergunakan lalu merusak kehidupan makhluk lainnya. Jadi manusia memang ditakdirkan menjadi pemimpin di muka bumi tapi dengan kerendahan hatinya dan keikhlasan pikirannya agar dapat menjaga bumi ini.
Mungkin pandemik yang sedang berlangsung saat ini adalah sebuah teguran untuk mempertanyakan peran manusia yang sebenarnya di muka bumi ini, apakah telah menjaga alam atau malah menghardiknya dan mempergunakan seenaknya. Dibalik semua kejadian ini tidak sepantasnya lah manusia berputus asa dengan kondisi, apalagi menyalahkan dan mempertanyakan kemahakuasan tuhan mengapa tidak memberhentikan secepat mungkin pandemik ini. Lebih daripada itu saya mengutip perkataan Imam Al Ghazali dalam karya agungnya Al-Ihya yang mengatakan bahwa setiap zaman terdapat sebuah penderitaan, keputusasaan, kesedihan, dan kehancuran alam. Bukan berarti zaman ini yang ditempati berpijak adalah kondisi buruk sehingga menyalahkan kemahakuasaan tuhan yang tidak dapat memberhentikannya tapi lebih daripada itu zaman yang ditempati berpijak adalah yang paling mungkin dan terbaik. Jadi imam algazhali mengajarkan kita untuk bersikap positif menyikapinya dan mungkin yang telah saya katakan tadi diatas bahwasanya alam telah menegur manusia akan peran sebenarnya yang dia miliki di muka bumi ini.
Tapi yang terjadi saat ini adalah manusia menghadirkan dua pandangan benar adanya atau tidak ada sama sekali terhadap kondisi saat ini ketimbang merefleksikan diri dan mereka saling mencerca dan mengadu satu sama lain mana yang paling benar. Lantas yang terjadi malah memunculkan keriuhan maupun kebingungan dikalangan awam terhadap siapa yang harus dipercayai dan di ikuti. Tulisan ini hadir bukan juga menyalahkan dua pandangan yang lahir terhadap kondisi saat ini, karena dua pandangan tersebut adalah sebuah proses berpikir secara kritis menanggapi apa yang terjadi saat ini dan bersifat alami akan kemunculannya. Karena manusia melihat dan memahami secara berbeda-beda tetapi keberagaman pikiran itu harus diseimbangkan dengan refleksi diri secara mendalam, jangan sampai malah di adu untuk mencari siapa pemenangnya.
Kita bisa lihat dengan jelas apa yang terjadi saat ini, ada yang berkonspirasi dan ada juga yang menyebutkan benar adanya kondisi saat ini. Kalaupun itu diadukan satu sama lain yang menjadi pertanyaannya apa yang selanjutnya terjadi bila itu benar diantara salah satunya? Kalaupun yang mengatakan kondisi saat ini benar adanya, Lantas apa yang kita lakukan? Pasti jawaban teknisnya adalah beraktivitas dirumah dan menjaga jarak satu sama lain dan kalaupun pandangan konspirasi benar adanya juga, apa yang kita lakukan selanjutnya? Keluar dan beraktivitas seperti semula pastinya. tapi diantara kedua jawaban yang dihadirkan disetiap pandangan. Kita harusnya mempersiapkan jawaban etis, yaitu kondisi saat ini mengajarkan kita untuk merenungi kembali apa yang terjadi pada alam. Mengapa alam seperti ini? Apa yang sebenarnya telah diperbuat manusia terhadap alam?
Jawaban etis yang dihadirkan diatas bukan berarti kita acuh tak acuh sebagai langkah selanjutnya menanggapi kondisi saat ini dengan bermodal sikap berefleksi diri saja. Lebih daripada itu disamping kita berusaha memahami hikmah apa yang terjadi, kita harus menuntut diri memperbaiki apa yang telah kita rusak sebenarnya. Sekali lagi pandangan pro dan kontra terhadap kondisi saat ini bukan menjadi masalah yang harus kita salahkan diantara salah satunya, tapi sebaiknya pro dan kontra itu kita kembalikan kedalam diri masing-masing, kemudian menghadirkan pertanyaan baru di dalam diri kita. Apa yang telah saya perbuat hingga menjadi seperti begini?