Teks Oleh : Insyirah Salsabila Alif | Sumber foto : gooodreads.com
Judul : Selamat Tinggal
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2020
Tebal Halaman : 360 Halaman
Dua bulan sebelum 2020 menutup kisahnya, Tere Liye kembali mengeluarkan karya novel fiksi dengan judul Selamat Tinggal. Novel tersebut mengisahkan tentang seorang pemuda berusia 24 tahun yang bertekad menjadi seorang penulis.
Sintong Tinggal namanya. Pemuda asal pinggiran kota Sumatera yang beruntung dapat menempuh pendidikan pada salah satu universitas ternama di ibu kota. Pada tahun ketujuh sebagai mahasiswa, ia diminta untuk menyelesaikan skripsi sesegera mungkin sebelum didrop out oleh pihak kampus. Andai Sintong adalah mahasiswa yang biasa biasa saja, tentu ia telah dikeluarkan sejak lama. Namun Sintong berbeda, dia memiliki bakat yang cemerlang sebagai penulis.
Bakat kepenulisan Sintong dapat dilihat dari tulisan-tulisannya yang dimuat di koran nasional. Bahkan Pak Dekan mengakui betapa menakjubkan cerita pendek, esai, dan artikel karya Sintong.
“ Di usiamu yang masih muda, kamu seperti dahaga menulis. Menang banyak lomba, mulai diundang dalam acara-acara sastra terkemuka.”(halaman 27)
Meski Sintong memiliki bakat yang luar biasa, Sintong nyatanya membenci kesehariannya. Bukan, dia bukan membenci kehidupannya sebagai penulis terkemuka, melainkan ia benci fakta bahwa ia adalah penjaga toko bajakan. Toko Buku Berkah namanya, yang menurut Sintong tidak ada berkahnya sama sekali. “Di mana coba berkahnya ilmu yang diperoleh dari buku bajakan?,” begitu kata Sintong. Namun mau tidak mau, Sintong harus tetap menjalankan tugasnya sebagai penjaga toko buku bajakan. Ia terpaksa melakukannya sebagai bentuk balas budi pada Paklik Maman yang telah membiayai kehidupannya selama di ibu kota.
Namun siapa sangka, justru Paklik Mamanlah yang menjadi jalan bagi Sintong untuk menuntaskan skripsi dan membangkitkan kembali nyala api kepenulisannya yang empat tahun redup. Sintong menemukan ‘permata’ literasi bangsa di gudang rumah Paklik Maman. Ia menemukan salah satu karya penting miliki Sutan Pane. Siapakah Sutan Pane itu? Beliau adalah seorang penulis besar yang menghilang secara misterius, dan jarang sekali menjumpai namanya di catatan sejarah literasi nasional.
Novel Selamat Tinggal akan banyak membahas tentang Sutan Pane melalui riset yang dilakukan oleh Sintong untuk menyelesaikan skripsinya. Tentu ini menjadi pengetahuan baru bagi kalian yang akan membaca novel ini. Dimana lagi kalian akan mendapatkan informasi-informasi menyentuh tentang Tuan Sutan Pane sebelum membaca novel ini? Saya yakin, sebagian besar dari kalian tidak terbesit untuk menggali biografi Sutan Pane, atau bahkan tidak mengetahui siapa Beliau. Maka beruntunglah kalian membaca novel ini.
Selain itu, Tere Liye juga sangat mahir dalam menuangkan fakta tentang betapa kejamnya bisnis barang bajakan. Beliau mengemas kisah-kisah Sintong yang berjualan dan berteman dengan pelaku barang ilegal, tidak lain untuk mengetuk hati kalian agar tidak lagi menggunakan barang-barang bajakan. Itulah yang menjadi keunggulan dari novel ini, sebab saya pribadi belum pernah menemukan novel-novel lain yang membahas tentang bisnis barang bajakan.
Suasana Kota Jakarta akan melatarbelakangi kisah Sintong sehingga kalian akan menemukan bahasa dengan logat Jakarta di dalamnya. Terutama pada Babe Na’im yang merupakan Bapak Kos dari Sintong dan seorang Suku Betawi asli. Ketika mendapat kosakata dengan logat Jakarta tersebut, bisa saja kalian akan sedikit kebingungan, sebab kosakata itu tidak dituliskan secara miring; untuk ungkapan dalam bahasa daerah.
Novel Selamat Tinggal sangat saya rekomendasikan bagi kalian yang membutuhkan inspirasi dalam menulis. Novel ini akan membangkitkan semangat kepenulisan kalian melalui kisah-kisah Sintong dan kisah-kisah Sutan Pane. Atau bahkan, bagi kalian yang tidak tertarik untuk menulis akan mampu menulis setelah membaca Selamat Tinggal. Meski Tere Liye berujar bahwa kesesuaian dengan catatan sejarah dan nama-nama tokoh adalah dramatisasi cerita, kita tetap patut meneladani semangat dari Sintong dalam menjalani kesehariannya. Tak lupa, kita dapat menjadikan Sutan Pane sebagai teladan kita dalam menyampaikan kebenaran dengan prinsip hidup yang sangat kuat.
Setelah kalian membacanya, kalian akan tertampar dengan nasihat-nasihat tersirat yang dituangkan oleh Tere Liye melalui kisah pelik Sintong. Bila tak percaya, bacalah Selamat Tinggal.