Semarak Natal dalam Ritual Lettoan Masyarakat Toraja

0
369

Oleh: Putriana

Foto: linkpapua.com

Hari Natal menjadi perayaan yang sangat ditunggu oleh seluruh umat Nasrani di seluruh dunia. Natal menjadi momen Peringatan Hari Kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya. Tak ayal, Natal menjadi momen berkumpul dan menghabiskan waktu bersama dengan orang terdekat kita. Sukacita dan kegembiraan natal tersebar di seluruh dunia lengkap dengan pohon natal, nyanyian, kartu ucapan, kue, kado, dan lain sebagainya.

               Indonesia juga menjadi salah-satu negara dengan umat nasrani yang tak kalah banyak. Data menunjukkan bahwa jumlah pemeluk agama kristen di Indonesia tahun 2023 adalah sekitar 29 juta  jiwa. Tak heran, jika perayaan Natal di Indonesia tak kalah meriah dari perayaan natal di penjuru dunia yang lain. Masyarakat Indonesia yang kaya budaya dan adat istiadat, selalu memperingati natal dengan cara yang meriah, eksotik, dan sarat makna. Upacara peringatan di Indonesia pun tak lepas dari nilai dan keunikannya yang tak bisa kita temukan di tempat yang lain.

Tradisi Lettoan di Toraja

               Toraja menjadi salah-satu daerah yang mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen dan Katolik. Masyarakat Tanah Toraja selalu punya cara yang berbeda untuk memperingati setiap momen yang ada. Jika kita sering mendengar upacara rambu solo, yaitu upacara dukacita dan kematian, maka lain halnya dengan upacara rambu tuka. Rambu tuka menjadi salah-satu upacara yang dilakukan untuk merayakan sukacita dan persaudaraan di Masyarakat Toraja. Dalam upacara rambu tuka terdapat beberapa ritual, Lettoan salah-satunya.

               Lettoan dalam bahasa Toraja berarti ‘kotak’ yang berasal dari bambu yang mewadahi hewan yang dipersembahkan. Masyarakat Toraja juga akan menghiasi kotak tersebut dengan daun tabang, janur, serta daun puring (sirri-sirri). Lettoan akan dibuat kotak dan didesain menyerupai rumah adat Toraja yaitu Rumah Adat Tongkonan.

               Hewan persembahan dalam upacara adat di Toraja biasanya berupa hewan ternak, seperti sapi, kerbau, atau babi. Namun, lettoan pada umumnya digunakan sebagai tempat hewan persembahan khususnya babi. Babi disembelih sebagai persembahan dan sajian tanda kesyukuran. Jumlah babi yang disembelih biasanya berjumlah 16 atau lebih sesuai dengan kesanggupan masyarakat. Terkadang jumlah babi yang disembelih bisa sampai puluhan hingga ratusan ekor. Masyarakat Toraja percaya bahwa semakin besar jumlah babi yang disembelih maka semakin besar kesyukuran dan kesuksesan seseorang. Tak heran, keluarga-keluarga di toraja akan berlomba-lomba untuk menyembelih persembahan paling banyak untuk mendapatkan nama di tengah masyarakat.

Rangkaian Tradisi Lettoan

               Lettoan merupakan tradisi yang bermakna sebuah kebesaran. Tradisi ini punya rangkaian tahap yang cukup panjang. Ritual  lettoan diadakan dengan rangkaiannya sebagai berikut:

a.Digaragan Lettoan (Dibuatnya Lettoan)

               Pembuatan lettoan membutuhkan bambu sebagai bahan utama, yang dilengkapi dengan tanaman puring (sirri-sirri), tabang, pusuk (daun enau) dan  dilengkapi dengan maa’ (kain pusaka toraja) dan parang pusaka toraja. Tanaman tabang yang digunakan dalam pembuatan lettoan menjadi tanaman yang dikeramatkan dan banyak digunakan dalam upacara kegembiraan seperti rambu tuka.

               Adapun kain pusaka yang digunakan juga merupakan kain yang telah ada ribuan tahun yang lalu dengan makna tertentu. Lettoan  didesain sekreatif dan semeriah mungkin dan dibuat setingkat, dua tingkat, hingga tiga tingkat.

b. Dibulle (Dipikul)

               Setelah Lettoan selesai dibuat, tandu Lettoan kemudian diisi dengan hewan persembahan kemudia dipikul oleh keluarga. Orang-orang yang memikul biasanya datang dari keluarga yang sama dan posisinya diatur (biasanya dari yang paling tua hingga yang paling muda).

               Mereka bersama-sama memikul tandu lettoan lengkap dengan babinya sambil bernyanyi dan bergoyang yang menambah semarak kegembiraan lettoan. Pada proses memikul lettoan ini biasanya juga terdapat satu orang yang duduk diatas lettoan, dipikul, sembari meniupkan pa’poni-poni, yaitu batang, gulungan daun padi dan daun enau sehingga berbentuk layaknya sebuah terompet. Pa’poni-poni dan nyanyian akan terus ada hingga lettoan sampai pada tempat berkumpul.

c. Dirempun (Dikumpulkan)

               Saat sampai di tempat pengumpulan, masing-masing keluarga akan memgambil tempatnya masing-masing sembari menaruh lettoan ditempat yang telah disediakan. Pada prosesi ini juga terdapat pertunjukan seni tarian sebagai hiburan. Para laki-laki akan melakukan manimbong lengkap dengan pakaian kuning dan atributnya, yang melambangkan kegembiraan. Dibagian depan mereka akan menggunakan perisai yang digantungi logam dan berbunyi gemeraing teratur digoyangkan.

               Sedangkan para anak perempuan akan melakukan ma’dandan yaitu berdiri berjejer, lengkap dengan pakaian kuning putih, ikat kepala, dan tongkat bambu yang dicat putih, sembari menyanyikan lagi baik secara solo, kanon, maupun bersama sama. Ada juga tarian pagellu, yang mengikutkan seluruh keluarga menari dan memberi saweran (toding) yang diselipkan di kepala para penari. Semua tarian dan nyanyian dilakukan ungkapan syukur dan melukiskan keagungan, kebesaran, dan kasih sayang Tuhan. Setelah pertunjukan selesai, babi-babi yang ada di lettoan dilepaskan dan dikumpulkan di kandang sementara di halaman luas.

d. Ditunu (Disembelih)

               Tahapan terakhir dari Lettoan adalah penyembelihan. Proses penyembelihan dilakukan sehari setelah babi dikumpulkan. Esok harinya, babi akan disembelih dan dibagikan kepada masyarakat berdasarkan kelas sosialnya. Daging babi dipotong-potong, sedangkan kepala babi akan di masak utuh, dimakan dagingnya, dan menyisakan tengkorak kepala babi.

               Tengkorak kepala babi ini akan diikat dan ditempatkan dibagian depan Rumah Tongkonan untuk menjadi kenang-kenangan. Semakin besar kepala babi yang terpajang maka semakin besar pula nama sebuah keluarga di masyarakat.Setelah semuanya selesai, keesokan harinya biasanya akan diadaka ma’karereng yaitu kegiatan menyembelih babi dan makan bersama di tongkonan sebagai tanda selesainya prosesi lettoan dalam upacara sukacita.

               Perayaan hari Natal di Tana Toraja kerap kali dimeriahkan dengan Festival Lovely December yang biasanya juga ditandai dengan penyembelihan kerbau belang dan berakhir hingga sehari setelah hari raya Natal. Pada penutupan festival-lah ritual lettoan diadakan. Tradisi lettoan hadir bukan hanya menjadi sekedar perayaan semata.

               Jauh lebih daripada itu, ritual Lettoan memiliki makna filosofis yang tak bisa lepas darinya. Lettoan menjadi sarana pengungkapan rasa syukur atas berkat dan keberhasilan yang telah diberikan Tuhan. Warna atribut-atribut yang digunakan dalam ritual lettoan yang didominasi warna kuning melambangkan sukacita dan kegembiraan momen-momen tertentu, termasuk sukacita hari raya Natal.

               Tak hanya itu, ritual Lettoan juga menjadi ajang mempererat tali kekeluargaan dan pertemuan sanak saudara yang telah lama merantau jauh dari Tana Toraja.

Sumber:

Skripsi YA Tingting (2011) “Ritual Maklettoan Bai dalam Acara Mangrara Banua di Desa Lolai Kabupaten Toraja Utara”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here