Teks oleh Firda Syamsu
Berpikir adalah kemampuan yang diberikan sejak lahir oleh sang pencipta. Berpikir adalah cara untuk mengumpulkan sesuatu secara empirik lalu dipartikularkan. Pengetahuan-pengetahuan yang masih ada pada tahap empiris (survei, observasi dan eksperimen) tidaklah cukup memperlihatkan hakikat suatu benda itu. Hal ini berarti hakikat dari benda itu masih tetap menjadi soal. Kapan akan menjadi pengetahuan? Jika benda itu telah jelas maka dia adalah sebuah pengetahuan. Di sinilah akal kita mulai bekerja dengan cara-cara tertentunya:
Pertama, akal mengingat-ingat pengetahuan-pengetahuan terdahulu atau pengetahuan-pengetahuan universal kita. Kedua, upaya melakukan pencocokan (deduksi). Tahap ini si pemikir melakukan deduksi rasional atau menyusun silogisme antara pengetahuan-pegetahuan universal sebagai premis mayornya tehadap pengetahuan-pengetahuan partikular yang didapat lewat observasi. Ketiga, tahap penyelesaian soal atau tahap konklusi.
Prinsip niscaya lagi rasional ini adalah sebagai berikut:
1. Prinsip non-kontradiksi yang menyatakan bahwa sesuatu itu tidak sama dengan bukan sesuatu itu sendiri (A≠A’) atau penepatan dan penafian terhadap sebuah realitas, proposisi atau berita adalah mustahil. Dari pengetahuan ini diturunkan prinsip berikut:
a. Prinsip Keselarasan yang menyatakan bahwa sesuatu itu hanya sama dengan dirinya sendiri (A=A) dan
b. Prinsip Ketakterbatasan yang menyatakn bahwa sesuatu itu tidak akan mungkin (mustahil) menjadi bukan dirinya (A=>≠A’)
2. Prinsip Kausalitas yang menyatakan bahwa satiap akibat selalu membutuhkan sebabnya agar ia dapat eksis (A S). Dari pengetahuan ini diturunkan prinsip berikut:
a. Prinsip Keselarasan kausalitatif yang menyatakan bahwa akibat selalu selaras dengan sebab tunggalnya.
b. Prinsip Kesemasan Kausalitas=tif yang menyatakan bahwa akibat selalu bersama dan tak pernah terpisahkan dari sebabnya.
Proses berpikir ada empat yakni:
1. Pengetahuan awal, pengetahuan yang sudah ada
2. Analisis atau menganalisa
3. Muncul hal-hal yang baru dari hal yang sudah ada
4. Kesimpulan, kesimpulan ini tergantung pada pengetahuan yang kita miliki. Ketikakita
Tidak memaksimalkan proses berpikir maka kesimpulan kita saja bisa salah. Sesuatu yang empirik (material) itu terbatas, begitupun juga akal terbatas jika kontennya tentang Tuhan. Ketika menafikkan berpikir maka kita menolak eksistensi kita sebagai manusia.
Tulisan ini dibuat sebagai review diskusi PNLR oleh Yudhi Kurniadhi