Teks oleh Andi Aulya Valma Basyuni
Ilustrasi oleh Ichwan Aziizil
Berjalan menatap langit tengah gelapĀ
Langkah kaki berdiam tak mau bergerak
Mata meredup, hidung menghirup
Ku tersadar jikalau dunia memang begitu sejuk
Kan ku nikmati setiap udara yang masuk
Mata terfokus kepada bulir-bulir embun
Bersimpuh mengusik bunga tak bersalah
Bersyukur hadirku masih bisa merasakan
Pesona artistik nan membungkam semesta
Lirikan mata menatap jarum jam begitu cepat
Tak mengapa sang surya juga kan datang
Diriku mendekat memberi pujian,
Kau sejuk layaknya pagi buta
Manis senyum darimu ibu,
Semanis iringan lembut langit
kan menampakkan cahaya mentari
Lama ku menunggu, nyatanya tak kunjung datang
Pagi buta malah mengundang hujan
Lekas diriku menjauh,
Hujan kian menusuk sampai ke tulang rusuk
Perpaduan begitu hebat
Hujan datang di waktu tidak tepat
Membuat langit gelap tampak jauh lebih pekat
Gumpalan awan saling mendekap
Ku teringat duduk mungil dipangkuan ibu sambil menghempaskan penat
Ku pandang tiap polesan raut wajah ibu
Segudang kisah kuceritakan padanya kala itu
Terus berpijak kepada sosok bagian dari hidup
Erat genggaman tanganmu menandakan teguran nan lembut
Kini pembicaraan jauh berbeda
Tapi tetap saja nasihat terus ada
Bahkan terkadang itu berlebihan
Tapi kupaham dunia luar sedang menghantui anak seusiaku
Satu titik keringatmu pun takkan sebanding dengan beribu keringatku kelak
Ku ingin belajar banyak darimu, Ibu
Suatu saat ku akan jadi sepertimu
Wanita sejuta pengorbanan
Hati Ikhlas takkan goyah walau badai menerjang
Buliran embun menggelincir ketanah
Goresan tinta muncul secepat tembakan panah
Pupil mata tak pernah dusta
Bukti kuat sudah jelas adanya
Hujan selalu membentuk genangan air
Rintikan kerap menjadi kawan syair
22 Desember 2019