Pengaruh Retorika Presiden Menghadapi Corona di Indonesia

0
1108

Teks oleh Nurin Nashfati

Di awal tahun 2020, dunia dibuat gempar oleh wabah baru yang menyerang umat manusia secara tiba-tiba. Wabah ini merambat dengan cepat, tersebar dalam waktu singkat menjajah kehidupan kota-kota di sekitarnya. Infeksi virus ini disebut 2019 Novel Coronavirus atau COVID-19 dan pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Ia menjadi teror bagi masyarakat dunia karena berhasil merenggut korban ratusan jiwa hanya dalam kurun waktu dua pekan setelah resmi diumumkan. 

Dilansir dari bali.idntimes.com, virus ini diketahui pertama kali muncul di pasar hewan dan makanan laut di Kota Wuhan. Orang pertama yang jatuh sakit akibat virus ini diketahui merupakan para pedagang di pasar itu. Kemudian, virus yang menyerang saluran pernafasan ini dibawa oleh satu orang ke orang lain dan terus menular dengan hanya rentan waktu 14 hari terinfeksi. Situasi menjadi tak terkendali. Walaupun Pemerintah Cina segera mengambil tindakan dengan mengisolasi Wuhan pada tanggal 23 Januari 2020, penyebarannya tetap tak terhentikan hingga berpindah ke negara-negara lain. Ribuan orang dinyatakan terinfeksi dalam sekejap mata, dan korban jiwa terus berjatuhan hingga hari ini.

Melansir dari South China Morning Post (SCMP) pada 2 Maret lalu, total kasus infeksi virus corona di seluruh dunia sebanyak 39.002 kasus. 44,89% pasien berhasil sembuh dari corona, namun jumlah kematian mencapai angka 3.044 jiwa. Dari data yang penulis dapatkan pada 3 Maret 2020, tercatat ada 65 negara yang telah dikonfirmasi terjangkit virus COVID-19. Salah satu dari negara itu ialah Indonesia.

Senin, 2 Maret 2020, Presiden Indonesia Joko Widodo atau Jokowi melakukan konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Konferensi pers ini bertujuan untuk mengonfirmasi status terkini Indonesia dalam menghadapi virus corona. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi resmi menyatakan bahwa dua Warga Negara Indonesia (WNI) di Indonesia telah terjangkit virus tersebut.

Menurut Jokowi, dua WNI tersebut sempat kontak dengan warga negara Jepang yang datang ke Indonesia. Warga Jepang itu terdeteksi virus corona (COVID-19) setelah meninggalkan Indonesia dan tiba di Malaysia. Tim Kementrian Kesehatan (Kemenkes) pun melakukan penelusuran siapa-siapa saja yang telah ditemui oleh warga negara Jepang tersebut, hingga akhirnya mereka menemukan seorang ibu dan anak yang sedang dalam kondisi sakit. Diperiksa, ternyata mereka positif terinfeksi virus corona (COVID-19).

Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan yang terbaik untuk melakukan pencegahan COVID-19. Menurutnya, sejak awal Indonesia sangat ketat mengikuti protokol kesehatan dari WHO yang berkaitan dengan COVID-19 dan juga bekerja sama dengan perwakilan World Health Organization (WHO) di Jakarta. Ketika ada kasus di Wuhan, Wubei, Tiongkok, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia mengevakuasi 238 WNI dengan prosedur protokol yang ketat ke Natuna. Setelah 14 hari di cek, hasilnya negatif dan mereka segera dikembalikan ke masyarakat. 69 orang kru kapal Diamond Princess juga telah dievakuasi dengan protokol yang ketat melalui Airport Kertajati di Provinsi Jawa Barat. Jokowi menuturkan bahwa ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam tangani persoalan yang ada berkaitan virus corona.

Tak hanya itu, dalam pidatonya, Jokowi juga menenangkan masyarakat Indonesia agar tidak panik dalam menanggapi kasus ini. Ia menuturkan bahwa pemerintah telah mempersiapkan lebih dari 100 rumah sakit dengan ruang isolasi yang memenuhi standar. Indonesia juga telah miliki peralatan yang memadai standar internasional, reagen yang cukup, serta tim gabungan TNI-Polri sipil yang siap siaga dalam menghadapi penanganan ini.

Setelah media berbondong-bondong merilis hasil konferensi pers dengan Presiden Jokowi, respon cepat kemudian hadir di masyarakat Indonesia.

Hari ketika Presiden Jokowi mengumumkan isu tersebut (2/3/2020), penulis secara personal merasakan langsung perubahan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal penulis. Dalam rentang waktu sehari, masker telah habis diborong di tiga klinik yang berada disekitar rumah, tak berbeda jauh dengan supermarketsupermarket yang juga langsung kehabisan stok ketika penulis datangi. Pada hari esoknya, teman penulis juga berinisiatif untuk mencari masker dan Hand Sanitizer di 14 minimarket yang berada di kota, dan hasilnya pun nihil. Beberapa tempat bahkan menaikkan harga sabun cair mereka lebih dari yang sewajarnya.

Awalnya, penulis berpikir kalau fenomena ini hanya terjadi disekitar lingkungan penulis. Namun, setelah melakukan riset di beberapa artikel yang diterbitkan media-media se-Indonesia, keresahan yang sama juga ternyata sedang terjadi di kota-kota yang lain.

Di pusat perbelanjaan Grand Lucky di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Kompas.com melaporkan bahwa senin sore (2/3/2020), antrean panjang tampak mengular di depan kasir. Warga yang antre membawa troli berisi barang-barang kebutuhan pokok seperti mie instan, beras, dan minyak. Pihak Kompas mewawancarai salah satu pengunjung yang mengaku memborong lebih banyak barang dari biasanya karena khawatir sejumlah fasilitas publik akan ditutup seperti di Wuhan, China.

Hal yang sama juga terjadi di Kota Malang. Merdeka.com memberitakan bahwa sejak tanggal 2 Maret 2020 setelah pernyataan Presiden Jokowi resmi dirilis, warga Malang berbondong-bondong membeli masker di apotek-apotek yang tersedia. Akibatnya, sejumlah apotek mengalami kelangkaan yang diduga akibat aksi borong masyarakat tersebut.

Dilansir dari CNNIndonesia.com, pada platform Shopee, maskerpun mengalami kenaikan harga yang signifikan. Satu kotak isi 50 lembar masker merek Sensi dijual seharga Rp500 ribu hingga Rp700 ribu pada salah satu toko online. Toko online lainnya, menjual masker dengan merek yang sama hingga Rp700 ribu per kotak.

Hal ini kemudian menimbulkan tanda tanya dalam benak penulis. Berdasarkan pidato yang penulis simak dari pidato Presiden Jokowi, hal yang baik-baik dan bentuk pencegahan telah diberitahukan. Namun mengapa pidato tersebut menimbulkan dampak kepanikan dan panic buying dari masyarakat Indonesia?

Koontz dan O’donnel, mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi sekelompok orang orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya. Seorang pemimpin negara harus kuat dan memiliki pengaruh besar bagi masyarakatnya. Karena itu, sosok penguasa negeri tak akan lepas dari kemampuan retorikanya dalam mempengaruhi dan dipercayai oleh rakyatnya sendiri.

Retorika adalah sesuatu yang tidak asing lagi bagi para komunikator politik dan orator. Retorika merupakan seni berbicara dengan tujuan untuk mempersuasi atau mengajak audiens melalui alam bawah sadar demi mengikuti kemauan sang retotir.

Teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika, yang disebut Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Maksudnya, seorang pembicara yang menarik atau membujuk khalayaknya harus mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika (logos), emosi (pathos) dan etika (ethos) (Richard West 2009). Penulis kemudian akan mencoba membedah satu-satu variabel yang terdapat di dalam retorika Presiden Jokowi untuk menjaminkan keberhasilan retorika seseorang.

  • Ethos adalah kredibilitas  yang dimiliki oleh si pemimpin atau si pembicara. Sumber utama untuk kredibilitas dalam konteks ini adalah keahlian (kompetensi) yang dimiliki dan atau pengalaman yang telah diakui orang. Dengan demikian, maka  apapun yang dikemukakannya yang terkait bidang keahliannya, orang yang mendengarkannya tidak akan meragukan atau mempertanyakannya.

Dalam fenomena ini, Presiden Joko Widodo adalah presiden yang telah memimpin Indonesia selama dua periode. Ia telah menjadi orang nomor satu di Indonesia yang telah mendapatkan kepercayaan dan didengar oleh masyarakat selama hampir tujuh tahun menjabat. 

“Tapi perlu saya sampaikan bahwa sejak awal pemerintah benar-benar mempersiapkan,” tegasnya.

Penulis berpandangan bahwa kredibilitas Presiden Jokowi sudah tepat digunakan untuk  meyakinkan bahwa Indonesia dapat menangani virus dengan baik. Walaupun begitu, dengan banyaknya informasi yang beredar di dunia mengenai corona, masyarakat tidak akan mudah terpengaruh jika pernyataan tersebut tidak disertai bukti kuat atau pernyataan ilmiah yang dapat meyakinkan diri masyarakat bahwa mereka tidak akan terinfeksi virus corona (COVID-19), kecuali jika konferensi pers tersebut juga dihadiri oleh para dokter serta ilmuwan-ilmuwan yang paham dan sedang meneliti Virus Corona (COVID-19).

  • Logos adalah menggunakan  “logika”. Yaitu argumentasi atau alasan yang berbobot dan bisa diterima oleh pihak lain. Argumentasi tersebut harus didukung oleh rujukan tepat dan kuat beserta data yang akurat.

“Pagi hari ini saya ingin berbicara mengenai virus corona. Sejak awal kita ini serius dan sangat ketat mengikuti protokol kesehatan dari WHO yang berkaitan dengan corona dan juga bekerja sama dengan perwakilan WHO di Jakarta. Ketika ada kasus di Wuhan, Wubei, Tiongkok, kita juga mempersiapkan mengevakuasi 238 WNI kita dengan prosedur protokol yang ketat ke Natuna. Setelah 14 hari kita cek hasilnya negatif dan kita kembalikan ke masyarakat. Kita juga evakuasi di kapal World Dream yang dekat Batam, Singapur yang berjumlah 188 dengan prosedur protokol kesehatan yang ketat kita bawa ke Pulau Sebaru, kita observasi dan kita cek setiap hari. Tadi malam ada 69 orang kru kapal Diamond Princess kita evakuasi dengan protokol yang ketat lewat Airport Kertajati di Provinsi Jawa Barat. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam tangani persoalan yang ada berkaitan virus corona.”

Penulis kemudian menelusuri validasi dari tiap pernyataan Presiden Jokowi. Dan hal itu benar adanya. Mengutip dari Kompas.com, WHO Indonesia Representative, Dr N. Paranietharan mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Kesehatan dan sejumlah mitra di Indonesia telah mengambil langkah konkret untuk bersiap menghadapi penyebaran virus corona. Mereka menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi yang sesuai dengan prosedur operasi standar dalam menguji sampel virus seperti yang diterapkan WHO dunia.

Pemulangan WNI Wuhan, evakuasi WNI dari Kapal World Dream dan Kapal Diamond Princess juga dapat dibukti kebenarannya oleh beberapa media yang meliput berita tersebut. Menteri Kesehatan telah menyatakan bahwa 9 WNI di kapal Diamond Princess positif terjangkit corona, dan segera dirawat di Jepang. Sementara untuk Kapal World Dream, Presiden of Dream Cruises mengkonfirmasi bahwa seluruh awak penumpang kapal dalam kondisi negatif virus corona.

Dari fakta tersebut, penulis berpandangan bahwa fakta-fakta yang diucapkan Presiden Jokowi bersifat faktual dan terpercaya. Namun, ada pernyataan lain yang menarik perhatian penulis.

“Persiapan rumah sakit lebih dari 100 dengan ruang isolasi dengan standar isolasi yang baik. Kita juga miliki peralatan yang memadai standar internasional. Kita juga miliki reagen yang cukup. Kita juga miliki tim gabungan TNI-Polri sipil dalam penanganan ini.

Kita juga miliki SOP (Standard Operational Procedur) yang standarnya sama dengan standar internasional yang ada. Kita juga miliki anggaran dan sudah diprioritaskan. Karena kalau tidak serius, ini sangat berbahaya karena penyakit ini perlu kita waspadai.”

Hal ini menurut penulis belum dapat dibuktikan kebenarannya, karena hingga kini para WNI yang terjangkit virus corona di luar Indonesia tidak dipulangkan, dan diserahkan kepada negara terkait untuk diberikan pertolongan. Hal ini menurut penulis membuktikan bahwa Indonesia belum berani dan mampu mengambil resiko untuk mengobati warga negaranya sendiri dengan peralatan dan keamanan yang disediakan.

  • Pathos adalah ekspoitasi dari emosi/perasaan pihak lain dengan memanfaatkan berbagai “modal”. Dengan kata lain, Phatos lebih mengandalkan unsur kedekatan emosional baik dari segi budaya dan latar belakang kehidupan untuk memersuasi dan mempengaruhi orang-orang.

Dalam unsur kedekatan dengan masyarakat Indonesia, Presiden Jokowi menurut penulis belum berada di tahap yang maksimal. Di periode keduanya menjabat sebagai Presiden di Indonesia, ia banyak mengeluarkan peraturan-peraturan maupun kebijaksanaan yang dianggap tidak pro rakyat. Hal ini menyebabkan rakyat Indonesia mulai mempertanyakan dan mengkritisi setiap kebijakaan yang dikeluarkannya. Menurut penulis, hal inilah yang menyebabkan rakyat Indonesia tidak lagi semerta-merta dapat memercayai apa yang diucapkan oleh Presiden Jokowi.

Dari hasil bedah retorika pidato Presiden Jokowi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa retorika yang beliau bawakan tidak berhasil sampai dan memengaruhi rakyat Indonesia. Hal ini kemudian menghasilkan dampak panic buying dimana masyarakat Indonesia justru segera menyelamatkan diri mereka sendiri tanpa lagi mempercayai tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here