Rasisme Terhadap Papua

0
975

Penulis: Maldhi H. Malau | Foto : Theodora Nua Pasha

Mungkin kita masih ingat dengan baik kasus pembunuhan yang baru-baru saja terjadi di negeri Paman Sam, di mana seorang pria “berwarna”, George Floyd dibunuh oleh seorang petugas keamanan setempat. Kasus ini memberikan dampak yang besar bagi orang-orang “berwarna” di seluruh dunia. Perlahan tapi pasti, setiap orang mulai sadar bahwa rasisme masih dan terus saja terjadi. Baik bagi masyarakat adat, masyarakat di negara-negara Timur-Tengah, atapun di negara kita, Indonesia.

Berbicara soal rasisme, di Indonesia saja masih banyak kasus yang terjadi ataupun sudah lama terjadi. Di tulisan ini, saya akan lebih menekankan beberapa kasus rasisme yang masih terjadi dan sudah lama terjadi di Papua. Bagi masyarakat di Indonesia yang baru mengetahui kasus-kasus rasisme di Papua setelah kasus George Floyd booming, itu wajar-wajar saja. Karena memang kasus-kasus rasisme ataupun pelanggaran hak asasi manusia di Papua jarang tersorot oleh media. Hal ini dikarenakan hampir seluruh media pemberitaan di sana di kuasai oleh pemerintah, dan ketika pemberitaan soal kasus-kasus tersebut naik, selalu saja di bungkam oleh pemerintah ataupun aparat keamanan dengan dalih bahwa pemberitaan tersebut “akan menggangu kedamaian masyarakat.” Beberapa kasus pelanggaran HAM dan rasisme yang terjadi di tanah Papua:

Kasus Obby Kogoya

Kasus Obby Kogoya sebenarnya sudah lama terjadi pada tahun 2016, tetapi akhir-akhir ini kembali booming setelah kasus pembunuhan George Floyd di negeri Paman Sam terjadi. Kasus Obby termasuk kasus pelanggaran HAM dan rasisme dikarenakan pengadilan mahasiswa ini dianggap tidak benar karena jaksa penuntut memberikan bukti yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Obby dituduh meyerang aparat keamanan saat melakukan aksi memperingati 47 tahun PAPERA di Jogja. Padahal menurut bukti-bukti yang ada menunjukkan hal sebaliknya, Obby diperlakukan tidak manusiawi oleh para aparat keamanan saat aksi tersebut berlangsung.

Kasus Penembakan Dua Mahasiswa di Timika

Kasus penembakan dua mahasiswa ini terjadi di Timika, tepatnya di Mile 34 yang terjadi pada bulan April lalu. Kedua mahasiswa ini ditembak mati oleh aparat keamanan setempat saat melakukan patroli di daerah sekitar Mile 34. Kedua pemuda ini ditembak mati dengan alasan menggunakan gelang bintang kejora saat sedang “Molo” atau mencari ikan menggunakan senapan berburu (Speargun). Hal ini juga menambah kasus pelanggaran HAM dan rasisme yang terjadi di Papua. Pemuda-pemuda Papua ini ditembak dengan alasan meraka “serupa” dengan kelompok bersenjata.

Kedua kasus di atas adalah beberapa kasus rasisme yang terjadi di Papua. Hal ini menunjukkan bahwa rasisme masih ada dan akan terus ada jika kita hanya diam dan tidak melawan rasisme tersebut. Dan masih banyak lagi kasus-kasus pelanggaran HAM dan rasisme yang terjadi di Papua. Saya berharap dengan tulisan ini, kita dapat lebih peka dengan kasus-kasus pelanggaran HAM dan rasisme yang terjadi di dunia ini khususnya di Indonesia, dan kita tidak hanya “menunggu momentum” untuk menjadi anti-rasis saat kasus-kasus rasisme sedang booming. Kita bisa melawan rasisme tersebut dengan cara kita masing-masing, karena bukankah kita selaku manusia sudah seharusnya saling menghormati dan saling mengasihi satu sama lain? Agar tidak ada lagi kata-kata seperti ini terdengar di Indonesia:

“Dan tak cukup penting kami di mata mereka selain emas, perak kami dianggap berbeda hanya karena rambut kriting dan kulit hitamku ditikam bahkan, puluhan tahun kau tak ijinkan kuli tinta tuk masuk dan saksikan beragam tipu kalian berpura himpun harian tutupi isu rasial”. – Rand Slam

Sehingga secara tidak langsung kita dapat membuat dunia ini sedikit demi sedikit lebih baik kedepannya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here