Tulisan oleh : Ichwan Aziizil / Ilustrasi oleh: Muhammad Ibnu Faiq Fadilsyah
Memorandum adalah salah satu anomali yang saya temukan pada pertengahan tahun 2023. Tepat setelah saya melihat sebuah karya yang sedang digarap oleh sohib saya yang bertuliskan satu nama “Perunggu” dengan salah satu judul lagu yang membuat saya berpikir berkali kali, “33x” sesuai dengan judulnya. Pada saat itu, Bobi adalah pengantar bagi saya untuk mulai mendalami ruang Memorandum secara lebih luas.
Tipikal saya selalu mendengarkan urut track demi track dalam album, barangkali penataan di tiap nomornya memang dikhususkan untuk membentuk sebuah jalan cerita yang ingin disampaikan oleh albumnya. Memorandum dibuka oleh “Tarung Bebas”, dengan hitungan di awal dilanjut gebrakan drum bertempo cepat dan distorsi gitar ala band pop-rock pada umumnya. Memasuki track selanjutnya, impresi saya masih sama, sebuah genre pop-rock Indonesia yang mencoba fit in dengan telinga saya. Memasuki nomor berikutnya, saya mulai menyadari bahwa kekuatan yang menarik saya untuk menyukai Perunggu ada di ranah penulisan lirik, dan Trio Kerah Putih di balik Perunggu; Adam, Ildo, dan Maul, adalah orang-orang yang bertanggung jawab dalam hal itu.
Sampai pada suatu track yang hanya dibuka oleh piano dan vocal dengan sebuah gebrakan lirik pada bait pertamanya yang berbunyi “Dihentak sunyi..”, ya, Ini Abadi, per lagu itu selesai, saya menobatkannya menjadi lagu paling sedih sepanjang masa.
Ini Abadi ditulis oleh Maulana Ibrahim, bercerita tentang bagaimana hubungan long distance marriage seorang rekannya yang harus menerjang Bandung-Jakarta untuk bekerja. Lebih ekspansinya, Ini Abadi adalah sebuah seruan yang mengisyaratkan untuk nerimo dengan kondisi keluarga dan pekerjaan yang terkadang memisahkan beberapa orang dalam batasan ruang dan jarak.
Terlepas seberapa jauh jarak tersebut, namun hubungan yang terpisah akan selamanya mempertanyakan esensinya dengan sebuah penantian yang entah kapan berakhir dengan sebuah fase penerimaan. “Bandung kan selalu memelukmu” adalah ungkapan bahwa perpisahan antar kota selalu menyisakan tempat ternyaman untuk pulang dari segala riuh Jakarta dan kelas-kelas pekerja yang saling mengejar mimpi berkecukupan atau paling tidak menumbuhkan rasa aman untuk beberapa hari ke depan. Dengan demikian, Ini Abadi menurut saya adalah rangkuman lagu yang tepat untuk menyampaikan wejangan tersebut.
Di sisi lain, saya secara personal memaknai “Ini Abadi” dari dua kata awal pembuka lagunya. Dihentak sunyi. Bagaimana bisa sunyi menghentak? Kemungkinan apa yang menjadikan sunyi, sebuah keadaan yang dengan sengaja kita menciptakan kekosongan di dalamnya, pada akhirnya menghentak kita dengan geram gusar yang menggerayangi kuping? Sampai pada akhirnya saya menyadari bahwa dihentak tidak selalu tentang resonansi suara keras yang mengagetkan. Lebih dari itu, pada dasarnya adalah kita menciptakan kesunyian untuk mendamaikan beberapa riuh di kepala, perihal lain yang bersuara lebih dominan dari realita, masalah masa depan dengan berbagai hal dalam angan-angan, semua hal tersebut membutuhkan jawaban, dan ada kalanya jawaban yang muncul dalam diri, yang tanpa resonansi suara tersebut mampu menghentak kita dan realita.
Umbu Landu Paranggi dalam puisi Lagu Tujuh Patah Kata menuliskan “Sunyi bekerjalah kau bagi nyawaku”. Bahwasannya memang kesunyian adalah sarana bagi kita untuk berbenah beberapa hal yang salah.